Maka PDI Perjuangan harus berhitung ulang sebelum memutuskan siapa yang akan maju dan bisa tetap mempertahankan eksistensi PDI Perjuangan di Ibukota Jatim ini.
Penulis memiliki keyakinan jika PDI Perjuangan mau menurunkan Puti Guntur Soekarnoputri, maka peluang Cucu Bung Karno ini sangat besar. Pasalnya, sosok Puti menjadi harapan masyarakat Surabaya untuk menggantikan Risma yang sudah dua periode memimpin Kota Surabaya.
Diluar Puti, Wisnu memiliki popularitas jauh diatas semua tokoh yang saat ini akan bertarung di Pilwali Surabaya. Di internal partainya Wisnu juga paling banyak mendapatkan dukungan.
Namun di PDI Perjuangan Surabaya kini banyak faksi. Seperti faksi Bambang Saleh, Faksi Risma adalah Faksi yang selama ini tidak akur dengan faksi Wisnu sehingga sekalipun PDI Perjuangan saat ini dalam kondisi sangat baik tapi ketika menyikapi Pilwali kondisi itu sangat mungkin akan jauh berbeda.
Padahal Wisnu juga sangat lemah untuk meraih dukungan dari ekternal partainya, belum lagi berbagai ancaman yang dilontarkan pihak lawan akan men-Tiknokan calon selain Machfud.
Menurut beberapa lembaga survei dengan calon yang ada PDI Perjuangan berpotensi kalah bila internal partainya tidak solid.
Sehingga jika Ibu Mega benar-benar menetapkan kebijakan untuk menurunkan Puti Guntur sebagai calon, kebijakan ini adalah langkah strategis justru untuk menyatukan faksi-faksi yang bertikai didalam PDI Perjuangan.
Mengusung Puti Guntur Soekarnoputri sekaligus untuk memelihara elektabilitas cucu Bung Karno tersebut bagi publik di Jatim. Bila tahun 2024 dia harus maju untuk bertarung di Pilgub Jatim.
Karena konon kabarnya tokoh Gubernur Jawa Timur Khofifah Indarparawansa akan digadang-gadang Capres yang bertarung untuk menjadi Cawapres. Jika empat tahun ke depan Khofifah “naik kelas” bertarung di level nasional maka Jatim akan kehilangan sosok penerus. Sementara Jatim kehilangan orang kuat dan menjadi peluang besar PDI Perjuangan untuk bisa meraih kursi Gubernur sepeninggal Khofifah. ****