Semua harus dilakukan bertahap, dengan sangat cermat dan berhati-hati.
Kemampuan keuangan negara memang menuntut pemerintah harus pintar-pintar mengelola prioritas. Kebutuhan begitu banyak, sementara uangnya terbatas.
Mulai dari pengembangan organisasi dan satuan untuk menjawab tantangan dan ancaman terhadap kedaulatan dan keamanan laut kita, pemeliharaan dan peningkatan kemampuan satuan termasuk juga personelnya, hingga kebutuhan alutsista baik baru maupun yang terkait pemeliharaan, perawatan, dan gelar operasinya.
Prioritas kemudian menuntut TNI termasuk TNI AL membagi alokasi anggarannya secara proporsional.
Itupun hanya bisa dilakukan dengan persetujuan dan sesuai arah kebijakan prioritas Kementerian Pertahanan sebagai pengguna anggaran.
Tapi kira-kira, lebih mendesak mana, pengadaan sepeda motor baru yang dibagikan penuh kemeriahan dengan peremajaan kapal perang?
Apalagi, beberapa tahun terakhir ini pemerintah tengah fokus mengamankan perairan dari berbagai pelanggaran hukum dan kejahatan di laut.
Penanganan aksi pencurian ikan oleh kapal-kapal asing, memberantas penyelundupan, dan mengatasi beragam kerawanan dan ancaman terhadap kedaulatan di laut.
Kebakaran KRI Teluk Hading-538 jelas akan mengakibatkan berkurangnya kesiapan operasional armada TNI AL dan berdampak pada peningkatan beban kerja kapal-kapal lain yang sebagian jelas usianya tak muda lagi.
Luasnya perairan yang harus dijangkau, terbatasnya jumah armada yang siap berlayar dan bertempur mengakibatkan kapal-kapal tua yang mestinya sudah diistirahatkan itu, masih harus difungsikan secara maksimal.
Apa boleh buat, realisasi pengadaan kebutuhan alutsista baru ternyata tak berbanding lurus dengan perkembangan potensi gangguan dan ancaman. Nyaris tak ada kesempatan berleha-leha bagi armada-armada laut kita. Mau tua sekalipun, pokoknya semua harus bekerja keras.
Sudah waktunya pemerintah dan DPR diingatkan untuk benar-benar serius mempertimbangkan porsi anggaran yang lebih proporsional dan disiplin pada komitmen dan prioritas.
Jika tidak, cita-cita mulia memperkuat jati diri sebagai negara maritim seperti tercantum sebagai program pertama Nawacita, akhirnya hanyalah omong kosong belaka.
Kalau boleh usul pada TNI AL, ada baiknya para pemangku kepentingan dan penentu kebijakan itu sesekali diajak berlayar.
Jangan program joy sailing dengan kapal baru. Kalau perlu horror sailing. Biar mereka paham, bahwa setiap hari ada ratusan prajurit yang dicetak mahal-mahal itu, terancam nyawanya bukan karena perang tapi karena alutsista usang.