Hendak Kabur ke Malaysia, Obligor BLBI Ditangkap Imigrasi di Perbatasan, Marimutu Bantah Terima BLBI

Pemilik Grup Texmaco mengatakan utangnya ke pemerintah hanya Rp 8 triliun. Padahal akta kesanggupannya sudah menyebutkan memiliki utang Rp 29 triliun plus USD 80,5 juta atas L/C yang diterbitkan, namun tidak dibayarkan juga.

Bos Texmaco Group Marimutu Sinivasan sedang menjalani pemeriksaan di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong, Kalimantan Barat, 8 September 2024. (Foto: Istimewa)

Pinjaman yang tercatat dari Grup Texmaco, lanjut Sri Mulyani untuk divisi engineering mencapai Rp 8,08 triliun dan USD 1,24 juta. Kemudian untuk divisi tekstilnya ada pinjaman sebesar Rp 5,28 triliun dan USD 256,59 ribu. Belum lagi ditambah pinjaman dalam bentuk mata uang lainnya.

Utang tersebut dalam status macet pada saat terjadi krisis sehingga pada saat bank-bank tersebut dilakukan bailout oleh pemerintah, hak tagih dari bank-bank yang sudah diambil alih oleh pemerintah dialihkan ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

“Kemudian bank-bank tersebut di-bailout atau ditalangi oleh pemerintah pada saat terjadi krisis dan penutupan bank,” katanya dalam konferensi pers tersebut.

Di dalam prosesnya, Grup Texmaco telah melakukan agreement atau persetujuan dengan pemerintah mengenai master of restructuring agreement. Itu ditandatangani sendiri oleh pemilik Texmaco. Dalam hal itu, telah setuju bahwa utang dari 23 operating company Grup Texmaco akan direstrukturisasi dan dialihkan pada 2 holding company yang ditunjuk oleh pemiliknya, yaitu PT Jaya Perkasa Engineering dan PT Bina Prima Perdana.

“Dan dalam proses ini pun pemerintah selama ini masih cukup suportif terhadap Grup Texmaco, termasuk pada saat itu justru karena divisi tekstilnya masih tetap bisa berjalan, pemerintah melalui bank BNI memberikan penjaminan terhadap L/C-nya (letter of credit),” jelas Sri Mulyani.

Kemudian untuk membayar kewajiban yang dimiliki oleh Grup Texmaco pada waktu itu disetujui bahwa Texmaco akan mengeluarkan exchangeable bond, di mana itu menjadi pengganti dari utang-utang yang sudah dikeluarkan melalui bank yang dijamin oleh holding company yang ditunjuk tersebut. Exchangeable bond tersebut memiliki bunga untuk rupiah dengan tenor 10 tahun sebesar 14% dan untuk yang non rupiah atau dolar AS sebesar 7%.

“Di dalam perkembangannya, kembali lagi Grup Texmaco gagal membayar dari kupon exchangeable bond yang diterbitkan pada tahun 2004. Dengan demikian, pada dasarnya Grup Texmaco tidak pernah membayar kupon dari utang yang sudah dikonversi menjadi exchangeable bond tersebut,” jelas Sri Mulyani.

Kemudian, pada 2005, kembali pemilik Grup Texmaco mengakui utangnya kepada pemerintah melalui Akta Kesanggupan Nomor 51, di mana pemilik menyampaikan bahwa hak tagih pemerintah kepada Texmaco sebesar Rp 29 triliun berikut jaminannya.

Mereka menjanjikan akan membayar utangnya kepada pemerintah melalui operating company dan holding company yang dianggap masih baik, termasuk untuk membayar letter of credit (L/C) yang kala itu diterbitkan pemerintah untuk membantu perusahaan tetap beroperasi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: