EDITOR.ID, Jakarta,- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf sebagai tersangka penerima suap terkait pembahasan anggaran dana otonomi khusus (otsus) Aceh dalam penganggaran antara provinsi dan kabupaten tahun anggaran 2018.
Selain Gubernur Aceh, KPK juga menetapkan tiga orang tersangka dari operasi tangkap tangan yang dilakukan pada Selasa (2/7/2018) lalu di Banda Aceh dan Kabupaten Bener Meriah. Dua orang pihak swasta bernama Hendri Yuzal dan Syaiful Bahri serta Bupati Kabupaten Bener Meriah, Ahmadi.
Penetapan keempat orang ini sebagai tersangka melalui gelar perkara setelah memeriksa intensif sejumlah pihak yang ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Aceh pada Selasa (3/7/2018).
“KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan serta menetapkan dengan menetapkan empat orang sebagai tersangka” kata Wakil Ketua KPK, Basaria Pandjaitan dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (4/7) malam.
Irwandi diduga menerima suap dari Ahmadi sebesar Rp 500 juta terkait pembahasan anggaran Otonomi Khusus Aceh (DOKA) TA 2018 pada Pemerintah Provinsi Aceh.
“Manfaat dana tersebut seharusnya bisa dirasakan oleh masyarakat Aceh dalam bentuk bangunan infrastruktur seperti jalan, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan,” ujar Basaria.
Diduga suap ini bagian dari Rp 1,5 miliar yang diminta Gubernur Aceh terkait fee ijon proyek-proyek pembangunan infrastruktur yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) pada Provinsi Aceh TA 2018.
“Diduga pemberian tersebut merupakan bagian dari commitment fee 8 persen yang menjadi bagian untuk pejabat di pemerintah Aceh dari setiap proyek yang dibiayai dari dana DOKA,” kata Basaria.
Basaria mengungkapkan, transaksi suap ini dilakukan melalui orang-orang dekat Irwandi dan Ahmadi yang bertindak sebagai perantara. Basaria memastikan tim penyidik bakal mendalami dugaan adanya penerimaan lain yang diterima Irwandi terkait dana Otsus Aceh.
“Tim masih mendalami dugaan penerimaan-penerimaan lain sebelumnya,” tegasnya.
Dalam OTT di Aceh kemarin, KPK turut menyita sejumlah barang bukti. Beberapa di antaranya, uang senilai Rp 50 juta dalam pecahan seratus ribu rupiah dan bukti transaksi perbankan dari Bank BCA, Mandiri.
“KPK juga menyita catatan proyek,” katanya.
Atas tindak pidana yang dilakukannya, Irwandi, Hendri dan Syaiful yang ditetapkan sebagai tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan, Ahmadi yang menyandang status tersangka pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tidak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Dalam kesempatan ini, Basaria mengungkapkan keprihatinan atas kasus suap yang menjerat Irwandi. Basaria mengatakan, dana otonomi khusus di TA 2018 sebesar Rp 8 triliun seharusnya menjadi hak dan dapat bermanfaat bagi masyarakat Aceh dalam bentuk bangunan infrastruktur seperti jalan, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, pendanaan pendidikan, sosial dan kesehatan.
“Justru KPK menemukan indikasi bagaimana DOKA menjadi bancakan dan dinikmati oleh sebagian oknum. Hal ini tentu saja sangat merugikan masyarakat Aceh,” ungkapnya. (tim)
Kasus Suap Gubernur Aceh :
Penerima Suap:
•Irwandi Yusuf, Gubernur Provinsi Aceh
•Hendri Yuzal, swasta
•T. Syaiful Bahri, swasta
Pemberi/perantara Suap :
•Ahmadi, Bupati Kabupaten Bener Meriah