Ibn Qudamah juga mengutip kisah menarik dalam juz 7, halaman 283:
‎وَرَوَى ابْن٠عَائÙØ°Ù ÙÙÙŠ †ÙÙتÙÙˆØ٠الشَّام٠“، Ø£ÙŽÙ†ÙŽÙ‘ النَّصَارَى صَنَعÙوا لَعÙمَرَ – رَضÙÙŠÙŽ اللَّه٠عَنْه٠-ØŒ ØÙينَ قَدÙÙ…ÙŽ الشَّامَ، طَعَامًا، ÙَدَعَوْهÙØŒ Ùَقَالَ: أَيْنَ Ù‡ÙÙˆÙŽØŸ قَالÙوا: ÙÙÙŠ الْكَنÙيسَةÙØŒ Ùَأَبَى أَنْ يَذْهَبَ، وَقَالَ لَعَلÙÙŠÙÙ‘: امْض٠بÙالنَّاسÙØŒ ÙÙŽÙ„Ùيَتَغَدَّوْا. Ùَذَهَبَ عَلÙيٌّ – رَضÙÙŠÙŽ اللَّه٠عَنْه٠– بÙالنَّاسÙØŒ Ùَدَخَلَ الْكَنÙيسَةَ، وَتَغَدَّى Ù‡ÙÙˆÙŽ وَالْمÙسْلÙÙ…Ùونَ، وَجَعَلَ عَلÙيٌّ يَنْظÙر٠إلَى الصÙّوَرÙØŒ وَقَالَ: مَا عَلَى Ø£ÙŽÙ…Ùير٠الْمÙؤْمÙÙ†Ùينَ لَوْ دَخَلَ ÙÙŽØ£ÙŽÙƒÙŽÙ„ÙŽØŒ
‎وَهَذَا اتÙÙ‘Ùَاقٌ Ù…ÙنْهÙمْ عَلَى إبَاØَة٠دÙØ®ÙولÙهَا ÙˆÙŽÙÙيهَا الصÙّورÙØŒ ÙˆÙŽÙ„ÙØ£ÙŽÙ†ÙŽÙ‘ دÙØ®Ùولَ الْكَنَائÙس٠وَالْبÙيَع٠غَيْر٠مÙØَرَّمÙ
Ketika Umar bin Khattab memasuki negeri Syam dan itu diketahui oleh kaum Nasrani negeri tersebut, mereka berinisiatif untuk menyambut Umar dengan menyajikannya makanan. Namun jamuannya itu disajikan di dalam gereja mereka. Lalu Umar menolak hadir dan memrintahkan ‘Ali untuk menggantikannya. Datanglah ‘Ali ke undangan tersebut lalu masuk ke dalamnya dan menyantap hidangan yang disediakan. Kemudian Ali berkata: “aku tidak tahu kenapa Umar menolak datang?†Kata Ibn Qudamah, ini bukti kesepakatan mereka para sahabat bahwa memasuki gereja/sinagog tidaklah haram.
Nah, mungkin ada yang bertanya: mengapa Umar menolak datang? Kalau haram, mengapa Umar mengutus Ali? Kelihatannya alasan Umar tidak mau masuk dan menghadiri jamuan di gereja adalah karena khawatir umat Islam akan memahami bahwa boleh merebut gereja itu dan mengubahnya dijadikan masjid. Ini juga yang dilakukan Umar saat menolak masuk ke gereja di Palestina. Umar menghindari kerusakan dan kekerasan. Namun, jelas bahwa Imam Ali dan para sahabat memasuki gereja dan menghadiri jamuan di dalamnya.
Demikianlah penjelasan dari kitab klasik yang otoritatif agar kita tidak memahami persoalan ini dengan emosi dan mudah mengkafirkan atau memurtadkan suadara kita yang masuk ke dalam gereja. Ini bukan jawaban orang liberal, syi’ah, orientalis, sekuler atau sebagainya. Ini murni jawaban dari kitab fiqh berdasarkan pendapat para ulama, dan praktek Nabi Saw dan para sahabat. Mari kita hormati keragaman pendapat ulama.