Film Dirty Vote Picu Kontroversi Sutradaranya Dilaporkan ke Bareskrim

Pemeran Dirty Vote Bivitri Susanti, Feri Amsari, dan Zainal Arifin Mochtar Juga Dipolisikan

Ilustrasi Film Dirty Vote

Jakarta, EDITOR.ID,- Film produksi Watchdoc Dokumenter, Dirty Vote memicu kontroversial dan pro kontra di kalangan publik. Sang sutradara Dandhy Dwi Laksono dilaporkan ke Bareskrim Polri. Pasalnya film ini dinilai menyudutkan salah satu pasangan calon (paslon) presiden yang tengah berkompetisi di Pemilu 2024.

Selain Dandhy Laksono pemeran sekaligus narator film itu, dilaporkan ke polisi. Mereka adalah Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Feri Amsari. Baru Sehari Rilis, Film Dirty Vote Raih 7,2 Juta Penonton.

Yang melaporkan adalah Dewan Pimpinan Pusat Forum Komunikasi Santri Indonesia (DPP Foksi). Laporan itu masuk ke ke Mabes Polri hari ini, 13 Februari 2024.

Film yang tayang di masa tenang Pemilu pada 11 Februari 2024 tersebut belakangan ini menjadi perbincangan hangat hingga tagar #DirtyVote menjadi trending di media sosial X. Film berdurasi hampir 2 jam itu menampilkan tiga pakar hukum tata negara yakni Zaenal Arifin Mochtar, Feri Amsari, dan Bivitri Susanti.

Mereka mengungkap tentang kecurangan yang sudah terjadi menjelang Pemilu Legislatif dan Pilpres pada 14 Februari 2024.

Ketua Umum Foksi M Natsir Sahib mengatakan, film Dirty Vote berpotensi merugikan salah satu pasangan capres dan cawapres yang berkontestasi di Pilpres 2024. Ia tidak menyebut paslon mana.

“Saya menduga ada pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh mereka. Apalagi, dirilisnya pada masa tenang menjelang hari coblosan,” papar Natsir.

“Di masa tenang memunculkan film tentang kecurangan Pemilu, yang bertujuan membuat kegaduhan dan menyudutkan salah satu capres. Itu bertentangan dengan UU Pemilu,” ia menegaskan.

Salah satu indikasi bahwa film itu sengaja menyerang salah satu pasangan calon, Natsir menyebut bahwa ketiga pakar hukum itu berafiliasi dengan salah seorang cawapres. Yakni Mahfud MD, cawapres nomor urut 03.

Zainal Arifin Mochtar, Feri Amsari, dan Bivitri Susanti memang masuk dalam tim reformasi hukum di Kemenkopolhukam yang saat itu dijabat Mahfud MD.

Menurut Natsir, ketiga akademisi itu menghancurkan tatanan demokrasi. Serta memenuhi unsur niat permufakatan jahat, membuat isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. (tim)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: