Perhitungan PDIP, kata Agung, akan ditentukan dari realisasi rencana pertemuan Megawati dengan elite yang mendukung AMIN yakni Surya Paloh dan JK. Bahkan tak menutup kemungkinan perhitungan PDIP bisa dipengaruhi jika rencana pertemuan antara Megawati dengan Presiden Joko Widodo yang difasilitasi Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X terwujud.
“Kita sedang lihat di sini, siapa cepat dia dapat. Kubu 01 atau kubu 02 yang bisa buka ruang komunikasi untuk bertemu ibu Megawati,” kata dia.
Hal terakhir yang membuat PDIP belum penuh bersuara soal angket, kata Agung, karena partai belum bisa memutuskan posisinya saat ini sebagai oposisi atau bagian dari koalisi.
Baginya, posisi PDIP belakangan ini sudah cenderung beroposisi. Tapi faktanya PDIP belum menarik diri dari kabinet Presiden Jokowi.
“Tapi kalau mau berkoalisi, kenapa enggak? Apalagi sekarang mereka masih di kabinet, belum di luar kabinet. Jadi ada ruang komunikasi yang dibuka oleh Istana. Sehingga masih bisa di renegosiasi kembali gitu istilahnya. Tapi ini semua tergantung PDIP. Apakah mau atau tidak?” kata Agung.
Agung memastikan hak angket masih tertahan di tangan PDIP. Dia bahkan pesimis wacana angket ini akan terealisasi. Bisa jadi, angket akan layu sebelum berkembang.
“Saya ragu disetujui setengah jumlah [anggota DPR] aja. Apalagi ini nuansa politisnya kental sekali. Kubu 03 enggak cukup, PPP sudah mulai masuk angin. Sandi bilang mau masuk kabinet,” kata Agung.
“Saya lihat kubu 01 juga enggak terlalu semangat untuk menyuarakan hak angket ini kalau dari kubu PDIP enggak ada arahan yang jelas,” tambahnya.
Angket pemilu juga akan terlihat aneh jika benar digulirkan PDIP. Ini karena Presiden Jokowi masih berstatus kader PDIP.
Agung menjelaskan hak angket DPR hanya dapat ditujukan bagi Pemerintah selaku pelaksana kekuasaan eksekutif. Jika digulirkan, PDIP sama artinya menyerang kader sendiri.
Ia mengatakan ada dua opsi bagi PDIP ketika berhadapan dengan Jokowi saat mengajukan hak angket: tarik kader-kadernya dari kabinet atau memecat Jokowi jadi kader.
“Saya kira secara gentle, mereka ya keluar dari kabinet. Karena yang diangket itu kan eksekutif, itu kader mereka, presiden mereka. Atau bisa pecat Jokowi. Atau Jokowi sendirinya resign,” kata Agung.
Agung mengatakan sikap politik tersebut bisa dilakukan PDIP jika nantinya memilih sebagai oposisi dan mengajukan hak angket. Baginya, sikap politik yang jelas penting bagi PDIP untuk menjaga marwah partai.
“Itu sah dan jelas PDIP sudah di luar pemerintahan dan berada di oposisi dengan PKS. Karena yang dikritik mereka terstruktur, sistematis dan masifnya (kecurangan) pemilu 2024 ini kan. Istilahnya menjaga muruah politik masing-masing,” kata Agung.