Jakarta, EDITOR.ID,- Kekayaan pejabat Kementerian Keuangan yang terselubung satu persatu mulai terbuka di publik, Terbaru, ditemukan adanya 134 pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang memiliki saham di 280 perusahaan. Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK Saham menemukan para pegawai pajak itu mayoritas menggunakan nama istrinya.
“Tercatat bahwa 134 pegawai pajak ternyata punya saham di 280 perusahaan,” ujar Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (8/3/2023).
“Itu saham yang dimiliki, baik oleh yang bersangkutan maupun istri. Sebagian besar nama istri,” tambahnya.
Terkait temuan ini, Pahala Nainggolan mengakui adanya dilema tersendiri. Regulasi pada periode lalu sebelumnya melarang para aparatur sipil negara (ASN) untuk berbisnis, dalam hal ini memiliki saham. Namun demikian, regulasi saat ini justru tidak mengatur secara jelas mengenai hal itu.
“PP 53 Tahun 2010 jadi tidak jelas. Disebut bahwa tidak tegas dilarang, tetapi dia bilang gini ‘harus yang beretika, tidak berhubungan dengan pekerjaan,” ungkap Pahala.
Pahala mengingatkan soal risiko yang berpotensi muncul apabila 280 perusahaan tersebut adalah konsultan pajak. Dia menilai hal itu rawan konflik kepentingan jika memang terjadi.
Kini KPK tengah mendalami perusahaan apa saja yang terdapat saham milik para pegawai pajak tersebut. Hanya saja, dia mengingatkan soal ada risiko apabila mereka ternyata memiliki saham di konsultan pajak.
“Kenapa kita bilang berisiko konsultan pajak? Karena dengan wewenangnya dia bisa menerima sesuatu, dengan wewenang dan jabatannya,” ungkap Pahala.
Atas temuan itu, Pahala menyampaikan pihaknya akan berkoordinasi dengan Kemenkeu untuk melakukan pendalaman dan penelusuran atas harta saham mereka.
“Nanti akan kita sampaikan ke Kementerian Keuangan juga untuk didalami 134 orang ini sambil kita lihat juga gimana profil dan kekayaannya,” imbuh Pahala.
“Nanti akan kita sampaikan ke Kementerian Keuangan juga untuk didalami 134 orang ini sambil kita lihat juga gimana profil dan kekayaannya,” imbuh Pahala.
Apakah perolehan harta yang dialihkan menjadi saham perusahaan itu didapatkan dari sumber yang wajar dan halal. Yakni dari gaji dan tunjangan mereka menjadi pegawai negeri sipil (PNS).
Ataukah saham yang dimiliki para PNS itu bagian dari upaya mereka “menyembunyikan” sumber perolehan uang dari setoran pihak ketiga atau perusahaan tersebut dan kemudian dicuci menjadi seolah para PNS itu punya usaha atau saham di perusahaan.
“Pekerjaan saya pegawai pajak tetapi saya punya saham di konsultan pajak. Itu yang kita dalami,” ujar Pahala. (tim)