EDITOR.ID, Hamburg,- Cendekiawan muslim Mu’ammar Zayn Qadafy mengatakan, politisasi agama menjadi salah satu isu dan faktor penyebab menurunnya kualitas kehidupan toleransi beragama di Indonesia.
Paparan ini disampaikan Mu’ammar Zayn dalam acara diskusi di Institut Asia-Afrika (AAI), Universitas Hamburg Sabtu (30/6/2018). Tema utama yang disorot dalam acara diskusi ini antara lain kehidupan toleransi beragama di Indonesia yang belakangan sering menjadi sorotan media Jerman.
Indonesia jadi sorotan di Universitas Hamburg, Jerman atas mengendurnya penghormatan terhadap keberagaman agama. Untuk itu Universitas Hamburg menampilkan Tema: Contoh kehidupan beragama dari Sulawesi Utara dan peluang kerjasama Indonesia-Jerman dalam bidang pendidikan vokasi.
Acara yang dihadiri masyarakat, ilmuwan dan kalangan mahasiswa di Hamburg itu terlaksana atas kerjasama antara Ikatan Ahli dan Sarjana Indonesia di Jerman (IASI) dan AAI Universitas Hamburg, dengan dukungan dari Konsulat Jenderal RI di Hamburg dan Kedutaan Besar RI di Berlin.
“Politisasi agama yang sedang berlangsung di Indonesia memanfaatkan pendekatan tekstual yang mengabaikan konteks”, papar Mu’ammar Zayn Qadafi yang saat ini sedang melanjutkan studi Agama Islam di Universitas Freiburg.
“Padahal Indonesia adalah rumah bagi semua penduduk Indonesia bukan satu kelompok agama saja,” tandasnya sebagaimana dilansir dari detikcom.
Zayn menjelaskan mengenai perspektif Islam tentang toleransi dan kehidupan beragama.
Dia menerangkan perbedaan antara pendekatan “tekstual” dan “kontekstual” atas Kitab Suci Al Quran yang sangat berperan dalam sikap toleransi maupun berkembangnya radikalisme.
Rektor Universitas Kristen Indonesia Tomohon (UKIT) Dr. Richard AD Siwu Ph.D dan Prof. Dr. Margaretha Liwoso dari Universitas Samratulangi, Manado, memaparkan dinamika kehidupan umat beragama di Sulawesi Utara yang dikenal sangat rukun dengan mottonya “Kita Semua Bersaudara”.
Richard Siwu menggaris bawahi pentingnya membangun kerukunan umat beragama pada masyarakat multikultural seperti di Indonesia dan apa saja prasyaratnya.
Sementara Prof. Dr. Margaretha Liwoso menggambarkan bagaimana proyek-proyek kerjasama pada tingkat masyarakat bisa membantu memperbaiki kesejahteraan bersama, yang pada gilirannya membangun kerukunan dan toleransi.
Reformasi pendidikan vokasi di Indonesia
Sementara, Duta Besar Republik Indonesia untuk Jerman Arif Havas Oegroseno di Berlin memaparkan peluang dan tantangan kerjasama bilateral dalam pendidikan kejuruan/ vokasi yang menjadi salah satu titik berat pemerintah Indonesia saat ini.
Oegroseno menekankan pentingnya mereformasi sistem pendidikan vokasi di Indonesia (foto artikel). Dari sekitar 13 ribu sekolah kejuruan yang ada saat ini, tidak sampai setengahnya mampu menyediakan tenaga-tenaga kerja dengan kompetensi memadai.
“Karena itu, yang dibutuhkan sekarang terutama adalah pengembangan kurikulum” untuk mencetak tenaga kerja siap pakai, kata Dubes RI di Jerman itu. Reformasi sistem pendidikan dan pelatihan vokasi juga harus melibatkan pihak swasta secara intensif, sebagaimana yang dilakukan di Jerman.
Untuk itulah digalang kerjasama bilateral antara Indonesia dan Jerman, yang menjadi salah satu fokus pemerintah saat ini, terutama untuk menyediakan tenaga kerja di sektor-sektor unggulan di berbagai daerah.
Representatif Lembaga Senior Experten Service (SES) Jerman di Indonesia, Adam Panna, memaparkan proyek-proyek SES yang dirintis di Indonesia sejak 2014, ketika SES mengirim 12 tenaga ahli yang diperbantukan di lembaga pendidikan Indonesia.
Tahun 2017, SES sudah mengirim lebih 100 tenaga ahlinya yang aktif di berbagai bidang, antara lain pengembangan kurikulum di jurusan logistik, pelatihan tenaga kerja di bidang teknik, arsitektur, pariwisata dan otomotif dan menyiapkan para lulusan SMK untuk program magang di Jerman.
“Sebenarnya, peluang kerjasama pendidikan vokasi sangat besar. Namun hingga kini masih ada hambatan di birokrasi”, kata Adam Panna. SES misalnya menyediakan dana bantuan untuk mengirim sampai 600 tenaga ahli dari Jerman.
“Tapi sampai sekarang, yang dikirim baru seratus lebih, karena banyak program terbengkalai, terutama di Departemen Pendidikan”, katanya menambahkan.
Salah satu tawaran terbaru SES adalah diaspora Indonesia di Jerman kini juga bisa ikut program SES. “Jadi ini istimewa”, kata Adam Panna.
Antusias masyarakat
Acara tentang Indonesia di Hamburg selain menyajikan makanan ringan juga diselingi dengan tampilan musik. Dua orang mahasiswa Uni Hamburg yang belum lama belajar bahasa Indonesia, Leon dan Alard, menyanyikan lagu dengan teks Indonesia. Lafal bahasa Indonesia mereka yang jelas dan baik ternyata sangat mengesankan dan disambut dengan tepukan meriah hadirin.
“Kami juga sedang menyiapkan video lagu dengan teks Indonesia, yang nanti kami sebarkan di Youtube,” kata vokalis Alard, yang juga menguasai bahasa Thailand dan belajar bahasa Mandarin. Gitaris Leon belum lama ini memenangkan lomba pidato dalam Bahasa Indonesia yang diselenggarakan oleh KBRI Berlin.
Konsul Jenderal Indonesia Bambang Susanto menyatakan gembira dengan banyaknya kegiatan masyarakat Indonesia di Hamburg, terutama berbagai kegiatan di Universitas Hamburg. “Ini yang ingin kita galakkan”, tandasnya. Keberadaan Institut Asia-Afrika di Hamburg, yang juga memiliki jurusan Bahasa Indonesia, memang sangat strategis, tambahnya. (tim)