Teliti Kedai Runcit, Mahasiswa Pasca UI Tampil di Konferensi Internasional Aceh

teliti diaspora dan identitas kedai runcit aceh di malaysia, ichsan mahasiswa kajian asia tenggara fib ui jadi presenter icaios ke 8

EDITOR.ID- Banda Aceh, Masuknya Identitas dan Budaya dagang masyarakat Aceh memiliki persaingan dari etnis Cina dan India yang sama ? sama berdagang Runcit (Kelontong) namun Keunggulan Masyarakat Aceh karena mayoritas diaspora adalah muslim maka ini menjadi sebuah pertimbangan berarti bagi pemerintahan di Malaysia karena dari skala kualitas produk dipastikan kehalalannya.

Selain hal tersebut peneliti menyoroti proses masyarakat Aceh melalui jalur transnasional selat Malaka dalam berdiaspora rentan akan permasalahan, namun sekali lagi factor identitas, pengaruh kekuatan komunitas pengusaha dagang runcit serta budaya membuat masyarakat Aceh mudah berdiaspora.

Dewasa ini Diaspora Aceh dihitung sejak berakhirnya era Orde Baru dan peralihan kepada era Reformasi. Berakhirnya ketegangan Konflik RI ? GAM melalui perdamaian MOU Helsinki tahun 2005,

Selanjutnya melecut peningkatan jejaring yang intensif di kalangan komunitas perantau orang Aceh di luar negeri yang bertumpu pada afiliasi-afiliasi politik, ekonomi, etnik, dan kekerabatan.

Kesulitan-kesulitan yang bersumber dari konflik ini pun berakibat pada menguatnya perasaan senasib sepenanggungan dan solidaritas antara sesama etnis Aceh di taraf transnasional.

Muhammad Ichsan, Mahasiswa Magister yang sedang menempuh pendidikan Magister Kajian Asia Tenggara Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia mendapat kesempatan jadi presenter dalam konferensi Internasional, dalam HUT (International Centre for Aceh and Indian Ocean Studies) ICAIOS ke -8 pada tanggal 7-8 April 2021.

Adapun judul penelitiannya adalah, ” THE IDENTITY OF THE ACEHNESE COMMUNITY IN DIASPORA OF
KEDAI RUNCIT BUSINESS IN MALAYSIA ” ia membahas proses perpindahan penduduk Aceh bermigrasi pasca konflik dan Tsunami 2005 melalui proses akulturasi dengan penduduk Semenanjung Melayu.

Proses Para Diaspora Aceh tersebut diterima orang Melayu tempatan melalui Kedai Runcit (Kedai Kelontong).

Konferensi internasional ini merupakan forum yang diikuti oleh para akademisi, peneliti, dan praktisi dari berbagai Negara tentang Sosial-Budaya Kawasan Asia Pasific.

Tema HUT ICAIOS ke -8 ini adalah ” Religiosity, Modernity, and the Pandemic ” tema ini diambil karena kondisi global yang sedang dilanda Pandemi Covid. Indonesia serta kawasan Asia Tenggara menjadi wilayah yang memiliki penduduk multietnis sangat complex untuk diteliti selama era pandemi. Salah satunya perpindahan penduduk atau Perantauan Diasporan perniagaan kedai runcit.

KEDAI runcit mengikut persepsi generasi pasca merdeka hanyalah kedai yang menjual barang keperluan harian. Kedai-kedai runcit yang mereka layaknya yang dikunjungi adalah kedai runcit Cina dan India.

Apabila kita berkunjung ke Malaysia, seolah belumlah dianggap lengkap seandainya kita belum singgah untuk mengunjungi ?pasar Aceh?-nya warga Aceh di Malaysia tersebut.

Terbagi kepada perniagaan runcit kecil-kecilan (penjual, grosir dan toko kelontong) dan perniagaan runcit besar-besaran (pasar raya, pasar raya besar, Toko dan Mall).

Objektif kajian ialah mengenalpasti masalah yang dihadapi oleh usahawan Melayu dalam perniagaan peruncitan yaitu peniaga kedai runcit dan termasuk peniaga pasar mini.

Kajian juga mencoba mengenalpasti faktor yang menjadi penentu kepada kejayaan usahawan peniaga kedai runcit dan pasar mini Melayu di kawasan daerah Hulu Langat dan memberikan cadangan yang boleh diambil untuk meningkatkan lagi pencapaian usahawan Melayu di masa akan datang.

Chow Kit, terletak di ujung utara Jalan Tunku Abdul Rahman, namun kebanyakan pedagang
Aceh berdagang di sepanjang jalan Raja Alang yang bersisian dengan Safuan Plaza.

Sementara itu kedai-kedai runcit (kelontong) berada teratur setelahnya, begitupun kios-kios jamu yang juga milik orang Aceh ini berjejer dengan rapi. Mudah saja kita mengenal para pedagang Aceh di sana, sebab semua mereka menggunakan bahasa Aceh dalam bertutur, persis seperti Pasar Aceh di Aceh terkecuali bila ada pembeli orang Melayu.

Untuk menjalankan perdagangan, cukup banyak orang Aceh yang meninggalkan daerah asalnya. Dalam bahasa Aceh, orang yang seperti ini disebut ureung meuniaga. Di antara mereka ada yang menetap di suatu tempat baru, ada pula yang berulang alik.

Mengenai migrasi dengan maksud meuniaga yang dilakukan oleh orang Aceh, telah dinyatakan oleh
Hussain (1984). Menurutnya, sebelum Francis Light tiba di Pulau Pinang, orang Aceh telah terlebih dahulu ada di daerah ini.

Konferensi internasional tentang Aceh dan Samudra Hindia ini sangatlah Penting, ICAIOS menjadi badan yang mampu mengumpulkan dokumen sejarah sebelum dan sesudah tsunami. Masyarakat internasional sudah terlibat lama. (tom)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: