Rektor Unair Tegaskan Gerakan Unair Memanggil dan Sabda Airlangga Tak Wakili Suara Kampus

Gerakan politik praktis di dalam arena kampus ini langsung mendapat respon dari Rektor Unair Prof Dr Mohammad Nasih. Rektorat menegaskan, agenda yang diikuti guru besar itu bukan mewakili institusi, melainkan atas nama pribadi.

Rektor Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Prof Dr Mohammad Nasih bersama jajaran Civitas Akademika Unair Foto Suara Surabaya

Surabaya, Jatim, EDITOR.ID,- Rektor Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Prof Dr Mohammad Nasih menegaskan gerakan Unair Memanggil dan Sabda Airlangga yang mengeluarkan pernyataan sikap mengkritik Presiden Joko Widodo bukan sikap resmi atau suara aspirasi kampus Universitas Airlangga.

Gerakan yang diikuti sekelompok dosen dan guru besar tersebut ditegaskan Rektor, bukan mewakili institusi, melainkan atas nama pribadi.

Sebelumnya sekelompok dosen, guru besar dan alumni menggelar pernyataan sikap di Unair Kampus B dua kali. Agenda pertama pernyataan sikap mengkritik Jokowi menggunakan nama ‘Unair Memanggil’. Dan yang kedua mereka membuat pertemuan dan pernyataan sikap menggunakan nama ‘Sabda Airlangga’ pada Senin (5/2/2024).

Gerakan politik praktis di dalam arena kampus ini langsung mendapat respon dari Rektor Unair Prof Dr Mohammad Nasih. Rektorat menegaskan, agenda yang diikuti guru besar itu bukan mewakili institusi, melainkan atas nama pribadi.

Prof Nasih menyatakan, meski kemarin Senin (5/2/2024) di Unair ada pernyataan sikap bertajuk ‘Unair Memanggil’ dengan nama dan logo Unair, itu sesungguhnya dilakukan orang-orang tertentu. Artinya sejumlah guru besar tidak mewakili semua guru besar Unair.

“Anggap saja di Unair kami punya 300 guru besar dan yang ngomong hanya 2 atau 3, itu bukan representasi dunia pendidikan. Tolong tidak digeneralisasi, bahwa suara itu murni dari institusi atau mewakili institusi pendidikan. Kami tahu pasti para gubes, profesor, punya pandangan, sikap, punya gambaran, dan pendapat berbeda-beda,” ujarnya.

Ia menyebut bahwa guru besar di FISIP dan Fakultas Hukum sangat sedikit berbicara terkait pemilu. Maka dia meminta tolong agar memilah mana suara individu dan mana suara institusi.

“Lebih banyak guru besar yang tidak bersuara daripada yang bersuara. Justru nanti membingungkan masyarakat,” katanya.

Baginya pada suara awal mungkin terlihat jernih. Intinya diminta memilah. Bila ada suara-suara guru besar, sekalipun bila itu mendiskreditkan orang-orang sampai persoalan individu, maka dia meminta melewatinya.

Sebab, kata Prof Nasih, jiwa seorang guru besar pasti tidak akan sampai ke sifat-sifat mendiskreditkan seseorang atau melakukan hal-hal yang tidak masuk akal.

“Guru besar adalah orang-orang yang wise, bijaksana, sehingga ide dan pendapatnya pasti mengikuti koridor kebijaksanaan yang tidak sampai pada penilaian subjektif dan mendiskreditkan orang per orang,” tegasnya.

“Misalnya ada pendapat-pendapat guru besar yang bagus, tentu bisa digunakan sebagai dasar dan referensi kita semuanya. Tapi kalau ada guru besar yang sampai mendiskreditkan, maka tolong itu segera di-skip, karena pasti tidak bagus perilaku, akhlak guru besar seperti itu. Guru besar itu fungsinya memberikan penerangan bagi semua, tanpa harus menjelakkan satu dan lain hal. Guru besar harusnya hadir untuk memberikan perbaikan-perbaikan dan ini yang kita dorong di perguruan tinggi,” tambahnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: