Jakarta, EDITOR.ID,- Hari ini peringatan Hari Anti Narkotika Internasional (HANI) 2024. Berbagai persoalan narkotika masih menjadi pekerjaan rumah negara, terutama soal penindakan dan penegakan hukum. Mulai dari upaya mencegah peredaran narkotika hingga memahami hukum narkotika yang benar sesuai Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009.
Masih banyak penegak hukum yang kurang menyelami dan memahami UU Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 yang marwahnya berdasarkan hukum narkotika internasional. Dimana dalam penanganan narkotika, bagi penyalahguna yang kecanduan narkotika perlakuannya bukan menghukum layaknya penjahat.
Namun UU Narkotika memerintahkan agar para pecandu diberikan perlindungan kesehatan, yakni rehabilitasi. Bagaimana menyembuhkan pecandu narkotika dari ketergantungan obat-obatan terlarang. Agar pecandu bisa terbebas dari belenggu narkotika.
Untuk memahami Undang-Undang Narkotika Nomor 35 tahun 2009 yang sebagian pasal-pasalnya berasal dari kesepakatan atau traktat internasional semua negara di dunia tentang narkotika. Berikut wawancara EDITOR.ID dengan pakar hukum narkotika yang juga Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) 2012-2015 Dr Anang Iskandar, SIK, SH, MH bertepatan dengan Hari Anti Narkotika Internasional (HANI).
Bagaimana sebenarnya Undang-Undang Narkotika 35 Tahun 2009 memperlakukan penyalahguna narkotika?
Aparat penegak hukum harus paham bahwasanya hukum narkotika adalah hukum yang mengutamakan pencegahan, prioritasnya adalah pencegahan primer, prioritas kedua adalah pencegahan sekunder, kalau pencegahan sekunder tidak berhasil maka dilakukan pencegahan tersier.
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika mengatur penyalahgunaan narkotika dilarang, diancam dengan sanksi pidana, tetapi solusinya justru mengutamakan wajib lapor pecandu (pencegahan sekunder) penyalah guna narkotika secara sukarela diwajibkan melakukan wajib lapor pecandu untuk mendapatkan layanan rehabilitasi, tujuannya agar sembuh dan pulih seperti sedia kala.
Apakah pecandu narkotika bisa dituntut pidana, padahal ia adalah korban bandar?
Bila, penyalahguna melakukan kewajiban hukum sesuai UU Narkotika, status pidanaya demi hukum gugur, berubah menjadi tidak dituntut pidana. Oleh karena itu penyalah guna narkotika tidak urgen untuk dilakukan penegakan hukum, ditangkap dan dibawa ke pengadilan.
Apa yang harus dilakukan aparat penegak hukum untuk menangani para penyalahguna atau pecandu narkotika
Pencegahan tersier. Itu penegakan hukum rehabilitatif.
Penyidikannya, penyalah guna yang ditangkap oleh penyidik, maka proses penegakan hukumnya bersifat rehabilitatif, yaitu penyalah guna ditempatkan di IPWL (Institusi Penerima Wajib Lapor) yaitu rumah sakit atau lembaga milik pemerintah, oleh penyidik, jaksa penuntut umum dan hakim selama proses pemeriksaannya.