OLEH: DR. KRISTIYA KARTIKA*
TERPILIHNYA tiga Menteri baru dalam Kabinet Jokowi-Ma’ruf II mengundang ketertarikan tersendiri. Khususnya bagi mereka yang menyadari makna dan peran strategis Kader Bangsa. Ketertarikan itu lebih spesifik lagi tatkala mentautkan antara dua menteri baru (Menteri Perdagangan dan Menteri Pariwisata-Ekonomi Kreatif) dengan Menteri BUMN pada susunan kabinet sebelumnya.
Ketiganya disamping memiliki usia yang wajar jika dikelompokkan “relatif cukup dekat†dengan generasi milenial, juga memiliki pengalaman yang mirip bahkan sama yakni sama-sama aktif dalam Pengelolaan group bisnis dan Pengelolaan Asosiasi Perusahaan/Pengusaha. Memiliki pengalaman dan pendidikan yg juga sama, ketiganya pernah kuliah dan lulus di perguruan tinggi luar negeri.
Pertanyaan kritis yg muncul adalah, mengapa Presiden merekrut para Menteri baru tidak mengutamakan kader-kader partai, khususnya partai-partai pendukung Presiden Jokowi? Mengapa justru mereka yang merupakan aktivis Asosiasi Perusahaan/Pengusaha yg dipilih?
Budayawan dan Mantan Ketua Umum partai (PNBK) Erros Djarot mencoba mengkaji dengan obyektif. Dalam mencoba menjawab pertanyaan diatas, disampaikan bahwa Presiden Jokowi dalam era Pandemik COVID-19 memang membutuhkan mereka yang “concern†pada penanganan bidang kesehatan dan pemulihan bahkan kemajuan ekonomi. Tentu disamping ada latar belakang dukungan kongkrit mereka pada saat Pilpres 2019.
Yang dimaksud barangkali, Presiden dalam situasi yang diwarnai pandemi COVID-19 ini memerlukan mereka yg memiliki pengalaman dalam praktik bisnis yang sudah ditekuninya secara konsisten selama bertahun-tahun dengan segala konsekuensi logisnya, juga pengelolaan dalam mengorganisir para pelaku bisnis dalam asosiasi perusahaan. Lapis ini diperkirakan juga relatif paling siap dalam mengantipasi aktif dan progresif kemajuan teknologi digital yang kini mewarnai dunia. Wajar jika pertimbangan itu yang menjadi salah satu faktor kuat untuk membangun kembali landasan dan kemajuan ekonomi nasional, karena secara faktual, baik finansial, perilaku, dan kesiapan mental mereka lebih siap mengantisipasi perkembangan global secara kritis-obyektif.
Mereka tidak kaku, atau menutup diri pada fenomena global, tetapi harus tetap memiliki tanggungjawab memajukan bangsanya dengan menjadikan nilai-nilai dasar Idiologi Negara Pancasila sebagai satu-satunya falsafah kehidupan. Meski tetap tidak menutup diri pada realitas perkembangan keadaan sebagai buah kemajuan teknologi. Mereka sesungguhnya adalah salah satu lapis kader bangsa.