Kasi Pidum Kejari Tanjung Perak Hasudungan Parlindungan Sidauruk, melalui Kasi Intelijen Jemmy Sandra mengatakan, tuntutan selama 7 tahun itu lebih ringan dari hukuman maksimal di Pasal 111 ayat (2) UU RI Nomor 35 Tahun 2009, yakni selama 20 tahun penjara.
“Sebelumnya pada hari Senin tanggal 12 Juni 2023, Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Tanjung Perak telah menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 7 tahun, dengan mempertimbangkan hati nurani dan terdakwa yang sudah lanjut usia,” ujar Parlin sebagaimana dilansir dari CNNIndonesia.com, Rabu (2/8).
Sementara itu, Ketua Majelis Hakim Parta Bargawa memutuskan Asfiyatun bersalah dan memvonisnya lebih ringan dari tuntutan JPU, yaitu 5 tahun penjara dan denda Rp2 miliar.
“Mengadili, menyatakan terdakwa Asfiyatun Alias Bu As Binti Abdul Latif terbukti bersalah secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana dalam dakwaan Alternatif Kedua Penuntut Umum melanggar Pasal 111 ayat (2) UU RI Nomor 35 Tahun 2009. Menjatuhkan pidana selama 5 tahun dan denda Rp2 miliar subsider 4 bulan penjara,” kata Parta saat membacakan amar putusan di Ruang Kartika, PN Surabaya, Senin (24/7) lalu.
Atas vonis hakim itu, Kasi Pidum Kejari Tanjung Perak Hasudungan Parlindungan Sidauruk mengatakan, pihak JPU telah menyatakan banding.
“Bahwa terhadap putusan dari majelis hakim tersebut, penuntut umum mengajukan banding karena pihak terdakwa/penasihat hukumnya telah dahuluan mengajukan banding,” kata Parlin.
Terpisah, penasihat hukum Asfiyatun, Abdul Geffar meyakini kliennya tak bersalah. Sebab menurutnya, Asfiyatun hanya menerima paket milik Santoso yang dikirimkan orang bernama Ali, tanpa tahu apa isi di dalamnya.
“Klien saya ini sebenarnya tidak tahu paketnya isi apa, cuma tahu kalau pengirimnya dari anaknya yang sudah dipenjara karena kasus narkoba lainnya,” kata Geffar saat dikonfirmasi, Rabu (2/8).
Ia juga heran mengapa justru kliennya yang ditangkap dan diadili. Sementara orang-orang lain seperti Ali, Pi’i dan Ibunya Priska belum dibekuk hingga kini. Apalagi, ZA orang yang sudah jelas memiliki serpihan ganja itu justru dilepas.
Karena itu, Geffar mengatakan saat ini pihaknya sudah menempuh upaya banding. Ia berharap kliennya mendapatkan keadilan dan divonis tak bersalah.
“Harusnya, pembelinya siapa kan ketahuan, tapi malah dibuat DPO. Pi’i yang tetangganya tidak ditangkap,” pungkasnya. (tim)