EDITOR.ID, Jakarta, – Salah satu Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Mahfud MD, telah membantah soal gaji Rp 100 juta yang diterimanya per bulan. Menurut Mahfud, selama ini tak pernah ada pembicaraan soal gaji.
“Saya sendiri belum tahu persis tentang itu. Kami sendiri di BPIP, sudah setahun bekerja, tidak pernah membicarakan gaji,” kata dia melalui akun Twitter-nya, @mohmahfudmd, sebagaimana dilansir dari detikcom, Selasa (29/5/2018) malam.
Menurut Mahfud, Pengarah ataupun Kepala BPIP belum pernah digaji. Selama ini, lanjut Mahfud, anggota BPIP juga tak pernah mempermasalahkan hal tersebut.
Adanya perpres yang mengurus masalah gaji, imbuh Mahfud, bukan urusan atau upaya Dewan Pengarah di BPIP. Sedangkan jika benar adanya gaji tersebut, menurut Mahfud, itu lebih merupakan biaya operasional.
Berikut ini rangkaian kultwit Mahfud tersebut selengkapnya:
Ada banyak pertanyaan masuk ke akun saya tentang keluarnya Perpres yang menyangkut besarnya “gaji” Pengarah dan Pimpinan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Saya sendiri belum tahu persis tentang itu. Kami sendiri di BPIP, sudah setahun bekerja, tidak pernah membicarakan gaji.
UKP Pancasila dibentuk pada 7 Juni 2017 (sudah setahun). Pengarah dan Kepala BPIP blm pernah digaji dan kami tidak pernah menanyakan gaji. Kepres pembentukan UKP Pancasila (yang kemudian diubah menjadi BPIP) juga tidak menyebut besaran gaji dan kami tidak pernah mempersoalkan.
Di kalangan Pimpinan BPIP sepertinya sudah ada kesepakatan bahwa kami tidak akan pernah meminta gaji. Sampai harin ini pun Dewan Pengarah tak serupiah pun pernah mendapat bayaran dari kesibukan yang luar biasa di BPIP. Ke-mana-mana kami pergi tidak dibiayai oleh BPIP.
Bahkan yang sering dipesankan oleh Bu Megawati dan Pak Tri Sutrisno setiap rapat, “Lembaga ini menyandang ideologi Pancasila, jangan sampai ada kasus atau kesan kita ini makan uang negara. Apalagi sampai dipanggil oleh KPK”. Itu komitmen. Kami tidak pernah menanyakan gaji.
Selama ini yang terdengar luas di masyarakat BPIP tidak digaji dan kegiatannya masih menumpang di kegiatan setneg atau mendorong masyarakat melaksanakan kegiatan. Kami sendiri sudah sering mengatakan kepada pers, kami tidak mengurus gaji dan kami akan terus bekerja untuk NKRI.
Bahwa sekarang ada Perpres yang berisi besaran gaji tentu itu bukan urusan atau upaya kami di BPIP. Yang kami tahu itu berdasar hasil pembicaraan resmi antara Men PAN-RB, Menkum-HAM, Menkeu, Mendagri, Mensesneg, dan Seskab yang menganalisis berdasar peraturan per-undang-undangan.
Yang kami pahami pula jika benar gaji Pengarah BPIP itu ada sebenarnya dimaksudkan sebagai biaya operasional. Tampak lebih besar daripada gaji menteri karena kalau menteri mendapat gaji plus tunjangan operasional yang jg besar tapi kalau BPIP gajinya itulah yang jadi biaya operasional.
Kami tak pernah meminta gaji tapi Pemerintah sendiri yang menyediakannya setelah melihat kerja-kerja kami yang padat selama 1 tahun. Hal itu tentu sudah dibuat sesuai peraturan per-undangundangan-an. Perpres tentang gaji itu dibahas oleh lintas kementerian dan BPIP tidak boleh ikut-ikut dalam soal itu.
Selama ini BPIP hanya mengurus anggaran kegiatan, tak pernah mengurus gaji. Makanya, BPIP mengapreasi jika ada yg akan menguji Perpres itu ke MA seperti yang, kabarnya, akan dilakukan oleh MAKI. Silakan diuji, itu bagus, BPIP tak bisa ikut campur kepada Pemerintah atau kepada MAKI.
Ketahuilah, sampai hr ini, kami tidak pernah menerima gaji dan tidak pernah mengurusnya. Malah kami rikuh untuk membicarakan itu, bahkan di internal kami sendiri. Mengapa? Karena pejuang ideologi Pancasila itu harus berakhlaq, tak boleh rakus atau melahap uang secara tak wajar. (tim)