Tegal – Pemerintah Kota Tegal Jawa Tengah menetapkan lockdwon sejak 30 Maret 2020 untuk mencegah penyebaran virus Corona atau Covid-19.
Kota Tegal berencana melakukan lockdown selama 4 bulan, mulai 30 Maret hingga 30 Juli 2020.
Namun lockdown hanya bertahan tiga hari. Akses jalan yang sebelumnya diblokade, kini dibuka kembali.
Kabarnya, blokade dibuka lantaran Presiden Jokowi marah dengan penetapan lockdown di Tegal tanpa koordinasi dengan pemerintah pusat.
Pemerintah Kota Tegal telah membuka blokade movable concrete barrier (MCB) beton penutup jalan di beberapa ruas jalan pada Kamis (2/4/2020) malam.
Ada lima ruas jalan yang sebelumnya diblokade, kini dibuka kembali, yakni Jalan Proklamasi depan kantor Dinas Kesehatan Kota Tegal, Jalan Sultan Agung depan RSUD Kardinah, Jalan Teuku Umar perbatasan wilayah Kota dan Kabupaten Tegal, Jalan Jenderal Sudirman dan Jalan Perintis Kemerdekaan.
Pembongkaran dilakukan dengan memindahkan beton yang menutup jalan menggunakan crane.
Pembukaan akses jalan yang semula diblokade ini atas perintah Wali Kota Tegal Dedy Yon Supriyono.
Para petugas dari Dinas PUPR, Dinas Perhubungan Kota Tegal dibantu dari Satlantas Polres Tegal Kota diterjunkan pada pembukaan jalan ini.
“Atas perintah Wali Kota,†kata Kepala Dinas Perhubungan Kota Tegal Hervyanto tanpa memberikan penjelasan lebih gamblang mengenai tujuan pembongkaran.
Selain pembongkaran beton di sejumlah jalan, Pemerintah Kota Tegal juga melepas seluruh baliho yang bertulisan ‘Kota Tegal Local Lockdown’ yang terpasang di sejumlah titik strategis.
Sebelumnya, sebuah pesan berantai, mengatasnamakan Hengki Halim dari Kantor Staf Presiden (KSP) beredar melalui aplikasi percakapan WhatsApp serta media sosial Facebook.
Dalam pesan berantai itu disebutkan Presiden Jokowi marah dan memberikan teguran keras kepada tiga kepala daerah yang melakukan lockdown, yakni Gubernur Kalimantan Timur, Wali Kota Tegal, dan Wali Kota Tasikmalaya.
Tiga pimpinan daerah itu ditegur karena memberlakukan karantina wilayah (lockdown) tanpa berkoordinasi dengan pemerintah pusat.
Namun kabar itu ditepis oleh Koordinator Staf Khusus Presiden, Anak Agung Gede Ngurah Ari Dwipayana.
Melalui akun instagramnya @dwipayananari menyatakan narasi terkait pemberian sanksi kepada kepala daerah yang menerapan lockdown itu termasuk informasi bohong atau hoaks.
Ari Dwipayana memuat klarifikasi yang dikutip dari Laporan Isu Hoaks Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Keterangan Kominfo itu mengutip pernyataan Deputi Bidang Komunikasi Politik Diseminasi Informasi KSP, Juri Ardiantoro.