Diakui atau tidak dengan adanya konflik yang mulanya terjadi di tingkat DPP telah berakibat pada melemahnya dukungan dari berbagai komponen yang berujung pada tergerusnya basis suara PPP dalam pemilu 2019.
Penurunan suara PPP tahun 2019 diikuti dengan penurunan perolehan kursi baik di pusat maupun di daerah. Melemahnya suara PPP sebetulnya sudah banyak diprediksi oleh para pengamat dan lembaga survey, bahkan sebelum pemilu digelar sebagian ada yang meramalkan bahwa PPP tidak akan bisa memenuhi electoral threshold.
Syukur Alhamdulillah, ramalan tersebut meleset tidak sepenuhnya terjadi. Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa PPP masih bisa bertahan, kendati telah mengalami penurunan perolehan suara yang signifikan?.
Jawabannya, karena PPP masih memiliki basis pendukung setia (die hard voters) dari massa tradisional yang fanatic dan loyal dengan pengurus yang masih setia di seluruh wilayah Indonesia.
Kemudian kemana larinya sebagian suara PPP, diantaranya karena pemilih banyak yang telah memutuskan mencoba pilihan pada partai lain yang bahkan tidak memiliki kesamaan ideology dengan PPP sekalipun, karena telah masuk dalam arus rasionalisme atupun pragmatisme politik.
Banyak fakta bahwa pola hubungan politik terjadi dalam ikatan jangka pendek baik dengan menggunakan instrument uang (money politic), jasa atau kepentingan politik sesaat.
Jadi Tantangan dan persaingan yang dihadapi oleh PPP semakin hari semakin berat seperti deideologisasi, rasionalisme dan pragmatisme pemilih serta persaingan dalam penguasaan media komunikasi massa serta keterbatasan sumber pendanaan.
Oleh karena itu PPP harus mengantisipasi dengan berbagai program percepatan (advanced planning) yang bisa menjawab tantangan tersebut melalui langkah-langkah transformasi PPP menuju parpol modern melalui rekonsolidasi, kaderisasi, modernisasi dan pengembangan narasi branding partai yang efektif.
Langkah rekonsolidasi mutlak diperlukan melalui upaya serius merapatkan barisan semua komponen partai serta menutup gejala dan potensi konflik, menciptakan stabilitas organisasi dan mengembangkan relasi structural yang sehat.
Saat ini dengan situasi kondisi yang ada, PPP telah menemukan momentumnya untuk melakukan rekonsolidasi.
Pada saat yang sama kaderisasi adalah salah satu jawaban dan merupakan kebutuhan mendesak untuk segera dilakukan secara serius, massif dan sistemik oleh PPP.
Bagi PPP kaderisasi memiliki arti penting setidaknya sebagai upaya pendidikan dan ideologisasi politik yang merupakan tanggung jawab PPP sebagai bagian dari komponen masyarakat politik sekaligus ajang dalam menyiapkan calon pemimpin untuk regenerasi politik.