Rumah Dita Oepriarto di Perumahan Wonorejo Asri. Disinilah polisi menemukan banyak rakitan bom, anak panah dan dokumen ajaran jihad (sumber foto: TribunJatim)
EDITOR.ID, Surabaya,- Entah apa yang ada dibenak Bapak empat putra putri ini. Demi sebuah keyakinan sesat, Dita Oepriarto, ayah yang tega melibatkan seluruh keluarganya menjadi martir bom bunuh diri di tiga Gereja di Surabaya, Minggu (14/5/2018). Pelaku pengeboman tiga gereja di Surabaya ini ternyata seorang pengusaha herbal.
Namun dibalik kesantunannya dalam beragama, ayah dua putra dan dua putri ini terbilang kejam dan sadis. Ia menjadikan istrinya dan dua putri kecilnya sebagai bahan peledak untuk mengebom Gereja GKI di Jalan Diponegoro.
Dita juga yang menyuruh dua putranya menjadi martir bom untuk meledakkan Gereja Santa Maria, Ngagel. Ia benar-benar sosok yang kejam dan tidak manusiawi.
Hingga semua keluarganya Dita (istri, putri kecilnya dan dua putranya) hancur berantakan terkena bom bunuh diri.
Dita tinggal di sebuah rumah yang beralamat di Wonorejo Asri, Surabaya. Ia tinggal bersama istri dan keempat putra putrinya. Dita juga termasuk seorang pengusaha herbal. Rumahnya cukup lumayan besar.
Menurut salah satu tetangga, Unjung Susilo, warga Blok J, dia tidak mengira jika Dita yang dikenal sebagai sosok santun dan ramah pada warga itu menjadi pelaku pengeboman.
“Terakhir saya ketemu kemarin, pulang dari musala. Dan beliau selalu menyapa, setelah itu tak berbicara banyak. Tapi selalu menyapa,” kata Unjung.
Unjung mengatakan Dita menempati rumah di blok K/22 A itu sejak tahun 2010. Dita sendiri diketahui bekerja sebagai distributor obat herbal.
Untuk kesehariannya, Unjung tidak melihat ada yang mencurigakan dari sosok Dita.
“Dari cara berpakaiannya biasa, tidak ada yang mencurigakan. Kalaupun ada tamu, dia selalu menemui di teras atau di dalam tapi pintu tetap terbuka,” kata Unjung.
Jika Dita ke luar rumah, kata Unjung, dua anak laki-lakinya yang bernama Fadil dan Firman selalu berboncengan menuju ke musala.
“Kalau istrinya jarang keluar, tapi tak mencurigakan. Nggak pakai cadar juga, yang sering keluar adalah dua anaknya yang perempuan, main sepeda keliling komplek,” lanjut Unjung.
Untuk tamu yang sering mengunjungi, Unjung tidak melihat hal yang aneh.
“Tiap hari selalu ada tamu. Tidak pernah ada pertemuan atau pengajian. Ada beberapa tamunya yang menggunakan cadar, ada juga yang berpakaian normal,” ujar Unjung.
Pascaserangan bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya, tim Detasemen Khusus Antiteror 86 melakukan penggeledahan di rumah Dita.
Polisi menemukan empat benda diduga bom berdaya ledak tinggi di rumah pelaku bom bunuh diri, bom diletakkan pelaku di kamar depan.
“Empat benda (diduga bom) itu kini sudah diamankan,” kata Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol Rudi Setiawan.
Polisi juga menemukan sejumlah barang bukti seperti panah hingga buku-buku.
“Di bagian belakang ada lesan panah (target panah), anak panah dan busur panah. Di dalam lesan terlihat sering digunakan keluarga,” kata Kombes Rudi.
Polisi menemukan sejumlah dokumen dan buku-buku. Ada juga sejumlah tulisan yang ditemukan polisi di dalam rumah tersebut.
“Ada beberapa dokumen sedang dikumpulkan semua dan sedang diteliti, ada beberapa buku, ada beberapa tulisan-tulisan ada beberapa pesan-pesan juga sedang kita kumpulkan,” ungkapnya.
Dita Oepriarto (sebelumnya ditulis Dipta Noprianto) diduga merakit bom di rumahnya sebelum beraksi di gereja di Surabaya, Jawa Timur.
Sebab, polisi menemukan bahan-bahan berbahaya pembuatan bom.
“Dirakitnya di rumah tersebut,” kata Kombes Rudi.
Ditemukan juga bahan-bahan untuk perakitan bom seperti belerangg, aseton, HCL, Aquades, H2O, black powder dan korek api kayu dan styrofoam.
“Itu barang berbahaya di TKP rumah pelaku,” kata Rudi. Belum diketahui dari mana Dita bisa merakit bom di rumahnya.
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian menyebut satu keluarga pengebom tiga gereja di Surabaya, Jawa Timur, sang istri bernama Puji Kuswanti berasal dari Banyuwangi.
Mereka baru saja pulang dari Suriah, belajar strategi teror. Masih ada 500-an orang lagi yang masih berkeliaran.
“Yang kembali dari Suriah 500, termasuk di antaranya keluarga ini,” kata Kapolri.
Mereka ke Suriah bergabung dengan ISIS dan kembali ke Indonesia.
Mereka di ISIS belajar strategi teror, kemiliteran dan membuat bom.
Ketika kembali ke Indonesia, UU Teroris Indonesia tidak bisa menghukum tindakan tersebut. (tim)