Dewan Kesenian Jawa Timur Launching Buku Antologi Seni dan Budaya

Launching dan Bedah Buku

Dewan Kesenian Jawa Timur (DKJT) mempublikasi penerbitan Buku Antologi Seni Budaya DK-Jatim; ?Estetika, Makna dan Media?, pada Kamis (23/12).

Presidium Dewan Kesenian Jawa Timur (DKJT) Eko Suwargono, menyampaikan bahwa buku ini secara eksplisit mengajak pembaca untuk dapat menangkap pesan subtantif dan esensial dari beberapa tulisan kritis yang disuguhkan.

?Buku sederhana yang diterbitkan Dewan Kesenian Jawa Timur ini sengaja diberi tajuk Estetika, Makna, dan Media, karena subtansi dari buku ini berbicara tentang tiga hal tersebut. Tetapi tentu saja tidak secara eksplisit,? ungkap Eko di Kantor Dewan Kesenain Jawa Timur, Surabaya.

Buku Antologi Seni Budaya DK Jatim
Buku Antologi Seni Budaya DK Jatim

Karya seni, menurut Eko, perlu adaptif dan berbasis IPTEK agar terus berkembang. ?Bangunan karya seni sebagai pengejawantahan filosofi nilai dan keindahan akan melibatkan media untuk kebutuhan berekspresi dan apresiasi agar dapat terus berdaya, berkembang secara adaptif dan kontekstual berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi,? ujarnya.

?Selain itu kualitas resepsi dan kreatifitas sang seniman yang terpantul dalam karyanya penting untuk dikaji secara komprehensif. Hasilnya dapat digunakan sebagai refrensi pengembangan karya lebih lanjut,? tambahnya.

Wakil Sekretaris Bidang Program DKJT Nasar Albatati menyampaikan buku Antologi Seni dan Budaya ini merupakan tulisan kritik dari tiga penulis yang memang punya wawasan yang luas terkait seni dan budaya. Tiga penulis ini memberikan dimensi berbeda pada fenomena budaya yang dituliskannya.

?Pertama, Ikhwan Setiawan yang dalam tulisannya melakukan kritik terhadap neo-eksostisisme yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dalam mengakomodasi dan mentransformasi kesenian sebagai salah satu penopang utama industri pariwisata,? ucapnya.

?Selanjutnya, Mashuri yang tulisannya berusaha menelusuri posisi budaya dalam prosa dan mengulik strategi para pengarang dalam prosa karangannya. Dalam tulisannya Mashuri berusaha menjelaskan penelusuran yang dilakukan mulai dari beberapa pengarang dunia, terlebih kawasan Anglo-Saxon, dan pengarang dunia, dan secara khusus Jawa Timur,? lanjutnya.

?Terakhir, Syarifuddin yang mencoba menjelaskan bahwa seni rupa hari ini berbeda dengan Seni Rupa di masa-masa yang lalu dimana saat ini kedatangan platform digital memperkaya pandangan tentang seni rupa itu sendiri terutama soal media dan teknis yang di masa sebelumnya teknis dan medium ini sudah dianggap selesai,? pungkas Nasar.

Ikhwan setiawan sebagai salah satu penulis dari buku ini turut memberikan komentarnya.

“Dalam tulisan saya di buku ini saya ingin memperluas pembahasan terkait neo-eksotisisme sebagai formula yang digunakan oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dalam mengkomodifikasi dan mentransformasi kesenian etnis di Banyuwangi sebagai salah satu penopang utama industri pariwisata,” kata Ikhwan yang juga Dosen Sastra Inggris di Universitas Jember ini.

“Secara spesifik dalam tulisan ini saya ingin mendiskusikan lebih detil lagi konsep-konsep yang ditawarkan oleh pemerintah kabupaten Banyuwangi terkait pemberdayaan kesenian lokal yang disesuaikan dengan trend industri, pariwisata di level global; dinamika dan permasalahan yang muncul dalam pemberdayaan kesenian etnis dengan menggunakan konsep/formula neo-eksotisisme; dan, kuatnya kepentingan industri pariwisata bernuansa neoliberal,? tandas laki-laki yang mengambil magisternya, Prodi Kajian Budaya dan Media, di UGM.

Buku ini nantinya akan didistribusikan secara gratis kepada komunitas-komunitas kesenian, Instansi pemerintah, perguruan tinggi, sekolah, serta lembaga dan pihak-pihak lain yang punya perhatian terhadap kesenian.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: