Oleh : Dr Urbanisasi, SH MH CLA CLI
Penulis: Dosen Pasca Sarjana Universitas Tarumanegara
Keberadaan desa fiktif, atau desa yang tidak berpenghuni namun menerima Dana Desa mengemuka dalam rapat kerja Komisi XI DPR RI bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati beserta jajarannya, baru-baru ini.
Berdasarkan laporan yang diterima Menkeu, karena transfer Dana Desa dilakukan secara ‘ajeg’, maka muncul desa-desa baru yang tidak berpenduduk hanya demi bisa mendapatkan Dana Desa.
Besaran anggaraan Dana Desa yang terus meningkat setiap tahunnya, juga dibarengi dengan adanya penambahan desa-desa baru. Tahun ini, total alokasi dana desa mencapai Rp 70 triliun. Jika dilihat dari lima tahun terakhir, anggaran dana desa terus melonjak hingga tiga kali lipat, dari Rp 20.46 triliun pada 2015 menjadi Rp 72 triliun pada 2020 mendatang.
Temuan ini perlu perhatian seirus dari pemerintah untuk mengusut adanya desa fiktif ini. Karena jika Dana Desa tidak bisa dikelola dengan baik dikhawatir akan semakin kacau. Banyaknya desa-desa yang bermunculan, serta temuan mengenai desa tak berpenghuni tentu dapat merugikan keuangan negara.
Tiga desa di Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara jadi sorotan nasional setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut keberadaan ‘desa hantu’ alias desa fiktif di kabupaten itu yang berdampak pada penggunaan dana desa tidak tepat sasaran.
Tiga desa yang diduga fiktif alias tak berpenghuni itu adalah Desa Ulu Meraka Kecamatan Lambuya, Desa Uepai Kecamatan Uepai, dan Desa Morehe Kecamatan Uepai. Ternyata di tiga desa ini memang terdapat keganjilan disana.
Mengapa? Karena proses pembentukan ketiga desa ini tidak sesuai dengan aturan main pembentukan desa yang diatur UU Desa Nomor 6 Tahun 2014. Kita harus melihat bahwa di dalam ketentuan mengenai pembentukan Desa dimuat secara jelas di undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa.
Dalam UU Desa jelas diatur bahwa yang dimaksud dengan desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah. Yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan sehingga kepentingan masyarakat setempat berdasarkan dengan prakarsa masyarakat ada hak asal usul dan atau juga ada hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan negara Republik Indonesia.
Dalam persoalan desa fiktif ini penulis melihat bahwa pembentukan desa tentu ada syarat yang harus dipenuhi. Jika mengacu dalam Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014 pasal 2 diatur mengenai tata cara pembentukan desa.
Salah satunya mengatur kegiatan pembinaan desa yang dilakukan oleh pemerintah daerah Provinsi dan pemerintah daerah Kabupaten/ Kota. Artinya bahwa pembentukan desa tersebut tidak serta merta lahir dengan sendirinya, tetapi pembentukan tersebut melalui sebuah proses yang diketahui oleh pemerintah Kabupaten, hingga provinsi dan Kementrian Dalam Negeri.