Usai kejadian ledakan bom bunuh diri, Presiden Jokowi (kiri) langsung terbang ke Surabaya dan memantau lokasi ledakan Bom di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS). Presiden didampingi Menkopolhukam Wiranto, Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, dan Kepala BIN Budi Gunawan. (Foto: Biro Pers Setpres)
EDITOR.ID, Surabaya,- Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengatakan, bom yang digunakan jaringan teroris untuk meledakkan Gereja di Surabaya berkekuatan High Explosive. Namun bom yang dipakai berjenis berbeda. Satu bom besar dibawa pelaku yang menggunakan mobil Avanza dan bom pinggang dipakai istrinya untuk bom bunuh diri.
Menurut Jenderal Tito, tiga ledakan bom Surabaya diketahui dilakukan satu keluarga yang diduga merupakan jaringan Jamaah Ansharud Daulah (JAD). Motif peledakan didasarkan sikap radikalisme. Karena para pelaku diketahui polisi baru pulang dari Suriah.
Mereka diketahui menggunakan jenis bom yang berbeda dalam aksinya.
“Semua adalah serangan bom bunuh diri. Cuma jenis bomnya berbeda,” kata Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian di Surabaya pada Minggu (13/5/2018).
Pada Minggu pagi (13/5/2018) warga Surabaya dikejutkan tiga kali ledakan bom besar yang terjadi di tiga Gereja di Surabaya. Bom meledak secara susul-menyusul terjadi di GKI Diponegoro, Gereja Santa Maria Tak Bercela, dan Gereja Pantekosta.
Akibat tiga ledakan ini, 14 orang meninggal, termasuk pelaku dan jemaah gereja, serta puluhan orang lain terluka.
Tito menjelaskan, serangan bom di Gereja Pantekosta dilakukan seorang pria yang bernama Dita Upriyanto. Ia menggunakan bom mobil. “Itu menggunakan bom diletakkan dalam kendaraan setelah itu ditabrak. Ini ledakan yang terbesar dari ketiga ledakan itu,” ujarnya.
Adapun di GKI Diponegoro, Tito mengatakan bom yang digunakan adalah bom yang diletakkan di pinggang. “Namanya bom pinggang. Ciri-ciri sangat khas, yang rusak bagian perutnya saja,” ucapnya. Serangan bom di GKI Diponegoro diduga dilakukan istri dan dua anak perempuan Dita, yaitu Puji Kuswati serta FS, 12 tahun, dan VR, 9 tahun.
Sedangkan di Gereja Santa Maria Tak Bercela, pengeboman dilakukan dua anak laki-laki Dita, yaitu Yusuf Fadil, 18 tahun, dan FH, 16 tahun. Tito mengatakan polisi belum mengetahui jenis bom yang digunakan.
“Itu menggunakan bom yang dipangku. Kami belum paham jenis bom jelasnya,” tuturnya. Namun dua pelaku ini menggunakan sepeda motor.
Untuk memastikannya, pihak Laboratorium Forensik Polri sedang melakukan pengecekan. Tito mengatakan hal ini juga dilakukan untuk mengetahui bahan peledak yang digunakan para pelaku. (tim)