Jakarta, EDITOR.iD,- Kebutuhan minyak dan gas secara nasional hingga 2025 mendatang akan terus meningkat seiring peningkatan populasi ekonomi. Sementara, produksi migas semakin menurun karena belum dioptimalkannya penemuan sumur baru terkait mahalnya investasi pengeboran minyak.
Untuk menggairahkan kembali masuknya investor asing untuk mengeksplorasi migas di Indonesia kuncinya adalah faktor perijinan harus lebih disederhanakan.
Vice President External Relation SKK Migas Taslim Yunus mengharapkan perijinan investasi di sektor migas lebih disederhanakan dan menarik minat investor. Karena faktor perizinan jadi salah satu kendala eksplorasi sumur baru. Padahal sumur baru butuh investasi yang cukup besar untuk bisa segera dioperasikan.
Setidaknya kini ada 373 perizinan dari survei sampai produksi dan 82 perizinan di antaranya ada di daerah.
“Kami berkeliling ke daerah-daerah dan kampus untuk meyakinkan agar produksi minyak cepat dilakukan.” ujar Taslim Yunus pada seminar bertema The Breakthrough of Oil and Gas Industry in Global Era yang diselenggarakan American Association of Petroleum and Geologist chapter UPN Yogya di Fakultas Ekonomi UPN Veteran, Yogyakarta, Sabtu lalu.
Sementara itu Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementerian ESDM Tunggal mengatakan, untuk mencukupi kebutuhan minyak nasional yang hingga saat ini belum tercukupi dari produk minyak nasional, pemerintah menawarkan sumur minyak baru di kawasan timur Indonesia. Dari hasil penelitian dan riset masih ada 74 cekungan minyak di kawasan ini.
“Eksplorasi terus dilakukan untuk menemukan sumber-sumber minyak baru terutama di wilayah Indonesia Timur yang diperkirakan lebih dari 80% belum tereksplorasi,” ujar mantan Sekretaris Dirjen Energi terbarukan ini.
Seperti diketahui, saat ini ada 800 ribu barel per hari produksi minyak di Indonesia dengan kebutuhan minyak 1,4 juta barel per hari. Itu artinya, ada sekitar 500 ribu-600 ribu barel minyak harus diimpor.
Tunggal menjelaskan Indonesia Timur selama ini belum banyak dieksplorasi karena memiliki tantangan lebih berat, di antaranya kondisi wilayah yang lebih asing, lautan lebih dalam, dan memiliki tiga lempeng (Eurasia, Indo-Australia, dan Pasifik).
Bahkan ahli-ahli yang mampu mengebor minyak di Timur Tengah atau daerah lain akan kesulitan saat menemui medan di Indonesia Timur. “Agar ada investasi ke sana, pemerintah bertugas membuat (kebijakan) yang fair buat kita (negara) dan investor. Kebijakan itu antara lain insentif laut yang tecermin pada Permen ESDM No 08/2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split,” papar alumni ITB 1982 itu.