Direktur Utama PT Balai Pustaka Achmad Fachrodji (ist)
Achmad Fachrodji adalah sosok dibalik kebangkitan manajemen PT Balai Pustaka. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibidang penerbitan ini sudah 15 tahun merugi terus, nyaris bangkrut dan akan digrounded pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Hingga suatu ketika Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno menawari Fachrodji untuk masuk ke dalam perusahaan pelat merah yang sudah kembang kempis itu.
Achmad Fachrodji mengingat betul ia sempat terkejut dan tidak menyangka mendapat amanah dari Menteri BUMN seperti itu. Apalagi melihat latar belakang pendidikannya. Fachrodji adalah Doktor lulusan Institut Pertanian Bogor (IPB). Bahkan ia tidak punya latar belakang profesional mengurusi masalah sastra.
Karena sebagian besar karir pekerjaannya ia habiskan di industri kehutanan. Mulai dari bawah, menjadi manajer proyek kehutanan di Kalimantan hingga menduduki posisi sebagai Direktur PT Perhutani. Jika disuruh memilih tentu Fachrodji akan lebih nyaman di posisi saat itu sebagai Direktur PT Perhutani.
Kecintaannya pada dunia sastra dan budaya Nusantara membuat pria kelahiran Brebes 16 Oktober 1960 berani menerima tawaran dari Menteri Rini. Fachrodji merasa tertantang dengan hal baru. Bagaimana ia bisa menyelami dunia sastrawan. Bagaimana ia harus menyehatkan kembali perusahaan ditengah mental SDM nya yang sudah down.
Rini tidak salah dalam memilih orang. Ditangan Fachrodji, ia yakin Balai Pustaka akan kembali berkibar. Karena jika melihat jejak rekamnya, Fachrodji figur yang sarat pengalaman memimpin perusahaan baik BUMN maupun swasta.
Pernah sebagai Direktur Produksi PT Inhutani I (Persero) pada th. 2001 s/d 2005. Direktur Pemasaran dan Industri Perum Perhutani pada th. 2005 s/d 2010, dan periode selanjutnya Direktur SDM dan Umum Perum Perhutani pada th. 2011 s/d 2014.
Komisaris PT Palawi Risorsis, Presiden & CEO PT Jasindo 66, Direktur PT Putra Gilang Pratama, Komisaris PT Jasaindo Sri Sejahtera, terakhir menjabat Wakil Presiden KUALA GRUP sebelum bergabung di Balai Pustaka.
Pertama kali masuk kerja, sang Direktur Utama usaha penerbitan ini sudah dibuat terkejut. Kondisi kantor PT BP tidak seperti yang ia bayangkan. Saat itu ruang depan sudah benar-benar kumuh dan memprihatinkan. Disana sini gelap seperti rumah hantu. Karena BUMN ini tak mampu bayar listrik.
“Ketika saya masuk seperti saya berada di rimba belantara. Karyawan disini itu susah ngumpul karena mereka tidak gajian, mereka lebih memilih ngojek atau bekerja sambilan di luar,” ujar Achmad Fachrodji mengenang saat ia pertama membenahi PT BP.
Namun jiwa kepemimpinan dan inovasinya tak menyurutkan langkah Fachrodji untuk melakukan pembenahan manajemen dan perubahan budaya perusahaan.
Fachrodji mengaku pertama yang ia bangun adalah mental dan mindset SDM nya. “Ketika saya kumpulkan karyawan, maka pertanyaan saya kepada mereka pertama kali adalah Sabtu Minggu pada kemana, jawaban mereka oww kami kan BUMN, pasti Sabtu Minggu libur,” tutur Fachrodji mengenang pertama ia memotivasi karyawan.
“Saya bilang tuh di seberang kita (Toko Gramedia,red), Sabtu Minggu itu lagi rame-ramenya, kenapa anda harus libur. Jadi kami harus kerja? tanya karyawan, saya jawab harus,” sambung Fachrodji.
Maka terciptalah yang namanya “Sanggar Sastra Balai Pustaka”. Latihannya tiap Sabtu Minggu. Dan mulailah Balai Pustaka gegap gempita, Sabtu Minggu pun ada karyawan yang masuk kerja.
“Dari situ maka saya beritahu kepada mereka, kenapa dengan menggairahkan sastra Balai Pustaka akan bangkit kembali, saya beritahu tentang filosofi membalas budi kepada para pendahulu Balai Pustaka. Karena karyawan ini pernah merasakan gaji dari hasil royalti karya para sastrawan besar, maka itu doa-doa para sastrawan lebih diterima Tuhan karena narasinya kan lebih indah,” katanya.
“Dulu tidak seorangpun pemimpin di negeri ini yang tidak mengenal Balai Pustaka. Mereka jadi pintar karena peran Balai Pustaka juga,” kata Fachrodji.