EDITOR.ID, Jakarta,- Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengatakan kampus terpapar radikalisme bukan karena Kemeristekdikti kecolongan. Para dosen dan rektor diimbau mencatat semua akun media sosial mahasiswa.
Nasir menjelaskan, radikalisme bukan masalah baru tapi telah mengakar selama 30 tahun dalam dunia pendidikan, khususnya di kampus.
Radikalisme ini muncul sejak 1983 mengisi kekosongan pasca-Normalisasi Kehidupan Kampus Badan Koordinasi Kampus (NKKBKK) yang mengakibatkan kegiatan mahasiswa seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia disingkat (PMKRI), dan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) keluar dari kampus.
“Ini bukan kecolongan. Saya sudah sampaikan berkali-kali, mereka telah terpapar radikalisme sejak 1983 di mana dalam kampus diisi oleh orang lain yang menamakan diri sebagai mahasiswa,” ujar mantan rektor Univeritas Diponegoro (Undip) ini usai membuka The 3rd Intermediate Senior Officials Meeting(ISOM) ASEM on Education in Indonesia di Hotel Fairmont Jakarta, Senin (4/6/2018).
Jadi menurut M Nasir, bukan hanya di perguruan tinggi. Ini di SMA dan sekolah-sekolah juga karena mereka saat ini sudah menjadi dosen dan guru dan pegawai negeri tersebar di mana-mana. Jadi kampus diisi mereka sampai sekarang.
Kemristekdikti tengah mendesain kurikulum untuk menangkal radikalisme serta memberi pemahaman kepada mahasiswa tentang kondisi bangsa. Piihaknya juga telah melakukan MoU dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pada 2015 untuk bersama-sama mengatasi masalah radikalisme.
“Kami mendesian kurikulum agar kampus memahami keamanan di Indonesia, supaya kampus kita memiliki kepercayaan dunia. Kurikulum ini terkait dengan bela negara dan wawasan kebangsaan yang selama ini tidak ada” ujarnya.
Pada kesempatan sama, Nasir juga mengatakan, kasus yang terjadi Universitas Riau (Unri) di Pekanbaru ini juga terjadi di mana-mana. Tidak hanya di wilayah kampus. “Kami dalam hal ini, memantau semua dosen dan mahasiswa karena ini terjadi di mana-mana,” ujarnya.
Dijelaskan dia, jika ditemukan masih ada mahasiswa ataupun dosen yang terlibat dalam paham ini akan dibina secara akademik.
“Saya sudah sampaikan kepada rektor PT perguruan tinggi, direktur Politeknik tolong dimonitor semua kegiatan-kegiatan kampus yang dilakukan dosen, mahasiswa yang ditengarai ada unsur intoleransi dan radikalisme, harus kita pantau. Jangan sampai terjadi,” ujarnya.
Nasir juga menyebutkan, para rektor telah dihimbau untuk mencatat semua nomor gawai para dosen. Dengan demikian semua pergerakan mereka dapat ditelusuri. Sedangkan bagi mahasiswa, para dosen dan rektor diimbau mencatat semua akun media sosial mahasiswa.
“Kami monitoring salah satunya dengan mencatat semua nomor dosen dan akun media sosial mahasiswa. Jadi siapa yang terbukti mengganggu keamanan bangsa akan diproses,” terangnya.
Mendatang, Nasir juga mengatakan, pada 25 Juni mendatang akan dikumpulkan rektor perguruan tinggi negeri (PTN), rektor perguruan tinggi swast a(PTS), dan direktur Politeknik serta koordinator perguruan tinggi (Kopertis) untuk membahas sistem pengembangan kampus dan menyikapi masuknya paham yang bertentangan dengan NKRI di kampus. (tim)