Waspada! Pengusaha Khawatir Kenaikan UMP 6,5 Persen Picu PHK Massal dan Daya Saing Rendah

Berbeda dengan Apindo, pengamat justru melihat kebijakan Presiden RI Prabowo Subianto menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025 sebesar 6,5 persen akan membawa banyak dampak positif.

Ilustrasi Buruh

Jakarta, EDITOR.ID,- Pengusaha melalui Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyampaikan kekhawatiran terhadap keputusan pemerintah terkait kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2025 sebesar 6,5 persen. Pasalnya, kenaikan UMP bisa berpotensi memicu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal, apalagi di tengah ekonomi yang lesu.

Hal ini disampaikan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani merespon Keputusan Presiden Prabowo Subianto untuk menaikkan Upah Minimum Nasional (UMP) sebesar 6,5% pada 2025. Kenaikan upah ini mendapat perhatian serius dari Apindo.

Apindo berpandangan kenaikan UMP yang cukup signifikan ini akan berdampak langsung pada biaya tenaga kerja dan struktur biaya operasional perusahaan. Utamanya di sektor padat karya yang sangat sensitif terhadap kenaikan biaya tenaga kerja.

“Dalam kondisi ekonomi yang masih menghadapi tantangan global dan tekanan domestik, kenaikan (UMP) ini berisiko meningkatkan biaya produksi dan mengurangi daya saing produk Indonesia,” ujar Shinta pada Minggu (1/12/2024)

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyampaikan keberatan terhadap keputusan pemerintah yang menetapkan kenaikan upah minimum sebesar 6,5 persen di 2025. Hingga saat ini, Apindo belum mendapatkan penjelasan mengenai landasan keputusan tersebut serta bagaimana mekanisme penetapan upah di masa depan.

UMP bisa berpotensi memicu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal, apalagi di tengah ekonomi yang lesu. Perusahaan-perusahaan bisa bangkrut bila tidak melakukan PHK. Jika melakukan PHK, maka output tentu menurun. Berarti pertumbuhan ekonomi bisa negatif alias resesi.

Dampak pada Daya Saing dan Biaya Produksi

Ketua Umum Apindo, Shinta W. Kamdani, menjelaskan bahwa kenaikan UMP ini berpotensi meningkatkan beban biaya tenaga kerja secara langsung.

Dalam situasi ekonomi yang masih menghadapi tantangan global dan tekanan domestik, hal ini berisiko mengurangi daya saing produk Indonesia, baik di pasar domestik maupun internasional.

“Kenaikan ini akan berdampak pada peningkatan biaya produksi. Dalam jangka panjang, daya saing produk kita bisa terganggu,” ungkap Shinta dalam keterangannya, Minggu (1/12/2024).

Kekhawatiran Gelombang PHK

Shinta juga menyatakan bahwa kenaikan upah minimum yang melampaui proyeksi pelaku industri dapat memicu risiko pemutusan hubungan kerja (PHK).

Kondisi ini dinilai berpotensi menghambat penciptaan lapangan kerja baru, yang sebelumnya diharapkan tumbuh seiring pemulihan ekonomi.

“Kenaikan upah minimum yang signifikan ini dapat memicu efisiensi besar-besaran, termasuk pengurangan tenaga kerja,” tambahnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: