Oleh : Komjen Pol Purn Dr Anang Iskandar S.Ik, SH, MH
Penulis Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) 2012
Jakarta, EDITOR.ID,- Paradigma hukum dan rumusan hukum Kamar Pidana Mahkamah Agung (MA) yang dituangkan dalam Surat Edaran MA atau SEMA no 3 tahun 2015 menjadi biang keladi terjadinya perdebatan pro kontra tentang penjatuhan hukuman bagi penyalah guna narkotika yang didakwa pasal 111 atau 112 atau 113 atau 114 dan/atau tanpa 127 tetapi fakta persidangannya terbukti pasal 127.
Bagaimana hakim memutuskan perkara tersebut ?
Kalau menggunakan paradigma hukum dan tafsir KUHAP dan KUHP maka hakim menghukum terdakwa dengan pidana penjara tetapi kalau menggunakan paradigma hukum dan tafsir UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika maka hakim memutus terdakwa menjalani rehabilitasi.
Penafsirkan UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika, mengunakan paradigma KUHAP dan KUHP menyebabkan penyalah guna diproses ala hukum pidana dan dijatuhi hukuman pidana penjara. Ini yang terjadi selama ini.
Padahal UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika adalah UU khusus mengatur bahwa dalam memeriksa perkara penyalahgunaan narkotika, hakim wajib memperhatikan Pasal 54, pasal 55 dan pasal 103 yaitu kewenangan dapat memutus yang bersangkutan menjalani rehabilitasi bila terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika; atau menetapkan yang bersangkutan menjalani rehabilitasi, bila tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika.
Dalam SEMA no 3 tahun 2015 , khusus tentang narkotika menyatakan:
“Hakim memeriksa dan memutus perkara harus didasarkan pada kepada surat dakwaan jaksa penuntut umum (pasal 182 ayat 3 dan 4 KUHAP). Jaksa mendakwa pasal 112 UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika namun berdasarkan fakta hukum yang terungkap dipersidangan terbukti pasal 127 UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika, yang mana pasal ini tidak didakwakan.Terdakwa terbukti sebagai pemakai dan jumlah BB nya relatif kecil (SEMA 4 tahun 2010) maka hakim memutus sesuai surat dakwaan tetapi dapat menyimpangi ketentuan pidana minimum khusus dengan membuat pertimbangan yang cukup”.
Rumusan hukum … “maka hakim memutus sesuai surat dakwaan tetapi dapat menyimpang ketentuan pidana minimum khusus dengan membuat pertimbangan yang cukup”
Rumusan hukum tersebut diatas menyimpang dari asas penafsiran hukum Lex specialis derogat legi generali, karena UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika secara khusus memberi kewajiban (pasal 127/2) dan kewenangan kepada hakim (pasal 103) dapat memutus yang bersangkutan menjalani rehabilitasi bila terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika.
Proses pengadilan perkara penyalahgunaan narkotika.
UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika dan sumber hukumnya mengatur secara khusus tujuaan dibuatnya UU adalah menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalah guna narkotika dan pecandu.(pasal 4d),