Bandung, Jawa Barat, EDITOR – Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung berencana menggunakan lahan di Cijeruk, Sumedang sebagai tempat pembuangan akhir (TPA) sampah.
Namun perlu dipastikan dulu jangan sampai ada konflik atau masyarakat yang masih kontra dengan kebijakan tersebut. Sosialisasi ke masyarakat harus, dengan baik dan jangan memaksakan, kata Pj. Wali Kota Bandung, Bambang Tirtoyuliono.
Menurut Bambang, lahan di Cijeruk Sumedang sebenarnya sudah siap digunakan. Namun, Pemkot Bandung dan Pemkab Sumedang akan berkoordinasi lebih lanjut mengenai hal ini.
“Kapasitas sampah yang bisa ditampung di sana itu mencapai 100.000 ton. Ada metode untuk pengolahan sampahnya,” ucap Bambang, Kamis, (21/9/2023).
“Tapi, tetap harus kita sosialisasikan dulu dengan masyarakat. Di sana bukan pemukiman padat, tapi ada rumah yang terlewati,” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Bandung, Dudy Prayudi menjelaskan, saat ini ritase sampah Kota Bandung sudah mencapai 214 rit. Total kuota yang diberikan untuk Kota Bandung sebanyak 4.000 rit, sekarang tersisa 2.400.
“Kita terus berupaya untuk menyelesaikan tumpukan sampah yang ada di TPS. Sampai sekarang ada 78 TPS yang masih overload,” jelas Dudy.
Ia mengatakan, TPS yang menjadi prioritas untuk diangkut jika sampah-sampahnya sudah meluber sampai menutupi jalan, menghalangi badan jalan.
Upaya lain yang dilakukan Pemkot Bandung untuk menangani sampah adalah dengan menyediakan TPS organik di Tegallega. Dudy menuturkan, saat ini sedang ada pembangunan TPST oleh Kementerian PUPR.
“Nanti bisa mengolah sekitar 40 ton sampah organik menjadi RDF. Kita juga sudah mendatangkan 6 gibrik. Ditempatkan di beberapa lokasi yakni Ciwastra, Babakansari, SPA Tegalega, Cicukang Holis, dan Ence Azis,” paparnya.
Hasil pemilahannya akan berupa bubuk organik yang dijadikan sebagai pakan magot. Sedangkan sampah anorganik akan dikumpulkan dulu untuk dicacah.
Ia mengaku, dalam sejam, satu mesin gibrik bisa memilah 2 ton sampah. Tinggal berapa jam kerja dari masing-masing lokasi.
“Kami berharap provinsi bisa membantu. Sebab kalau belum dicacah, pabrik semen belum bisa menerima. Jika sudah dicacah, justru pabrik semen yang akan membayar kita,” pungkasnya.(*)