Maka, bisa ditebak di depan mata akan terjadi lonjakan hiperbolik pengangguran nasional. Sungguh sangat menyedihkan.
Dengan analisis persoalan dasar itu, maka tingkat partisipasi reaktif atas persetujuan UU Cipta Kerja akan menggiring elemen pekerja dan buruh yang lebih besar. BPS per 27 April 2020 mencatat jumlah pekerja mencapai 131.005.641 dari total penduduk 271.053.473 orang.
Sekali lagi, jika seluruh pekerja mogok secara nasional, maka ekonomi bukan hanya lumpuh total, tapi akan segera mengabsurdkan peta ekonomi nasional. Dari sisi pendapatan pasti akan terjadi kontraksi yang sangat signifikan.
Di sisi lain, kontraksi itu akan meningkatkan juga jumlah existing pengangguran. Tragis memang.
Jika kita mengutip Bank Dunia, beberapa hari lalu merilis data sekitar 26 juta rakyat Indonesia dalam status pengganggur. Dan dalam masa sekitar tujuh bulan lalu akibat covid-19, pengangguran itu mengakibatkan krisis konsumsi pangan.
Bank Dunia mencatat, kenaikannya mencapai 300%. Berarti, sebesar 78 juta rakyat Indonesia telah menghadapi krisis konsumsi pangan. Ini problem besar yang mengerikan.
Peta ekonomi dan sosial yang tergambar itu akan menjadi pendulum untuk gerakan massif melawan rezim. Jika gerakan itu berlangsung lama, maka di depan mata hanya ada satu kondisi: rezim ini bakal runtuh. Walau akan terjadi gesekan keras.
Itulah konsekwensi politik logis yang harus dihadapi manakala memaksakan kebijakan yang berlawanan arus besar: perut rakyat dan masa depan yang terancam secara sistimatis dan terencana.
Menjadi bencana jika hal ini terjadi. Rezim pasti akan menuding gerakan reaktif perlawanan di backup oleh kekuatan kontrarian. Ia akan mencari kambing-hitam dan menyalahkan siapapun aktor intelektualnya.
Sekiranya langkah itu dijalankan, jelas menambah stigma otoriter, karena secara ideal rezim harus instrospeksi dengan bijak dalam menatap persoalan obyektif.
Namun, satu hal yang perlu dicatat, dari lembaran sejarah pergerakan, jika terjadi represif terhadap para kontrarian akan menambah kekuatan perlawanan arus bawah.
Bisa jadi kalangan non pekerja yang sejauh ini sudah gerah terhadap rezim merasa tepanggil untuk terlibat bersama kalangan pekerja nasional. Sinergi ini jauh lebih powerfull.
Hal itu sangat mungkin terjadi. Apalagi sudah ada dari kalangan akademisi yang berani menggaungkan pembangkangan sipil. Termasuk banyak penolakan dari para guru besar universitas ternama di negeri ini.
Mencermati gerakan perlawanan massif atas persetujuan UU Cipta Kerja dan potensi destruktif peta ekonomi, sosial dan akhirnya politik yang memanas ini, maka kita perlu mencatat tegas.