Mengulang Tradisi Berpikir Ekonom
Elemen ekonomi dari UU Cipta Kerja cukup kuat. Perbedaan atas pemaknaan hingga penafsiran melalui Peraturan Pemerintah perlu didasari oleh metode pemikiran yang pernah dialami para pemikir ekonomi Indonesia saat akan melahirkan Teori Ekonomi Indonesia hingga Sistem Ekonomi ditetapkan. Pendekatan Pragmatisme, Adaptif dan Utopia perlu mewarnai juga pemikiran Pemerintah, DPR RI, Pemikir Ekonomi, dan tokoh-2 Masyarakat.
Kepentingan mendesak jangka pendek masyarakat dan bangsa ini untuk menanggulangi masalah ekonomi, khususnya saat Pandemi COVID-19, hingga masuknya modal nasional dan modal asing dengan komitmen yang jelas menguntungkan bangsa dan rakyat Indonesia karena bisa segera membuka lapangan kerja yang sehat baik bagi Masyarakat, Pekerja dan Pengusaha, harus dijadikan komitmen mendasar lahirnya UU Cipta Kerja.
Gagasan untuk menolak modal dan bantuan asing, sejak Bung Karno menjadi Presiden tidak pernah berlaku mutlak. Yang mendasar, masuknya modal asing jangan makin menimbulkan kesulitan ekonomi rakyat, justru mutlak harus bermanfaat kongkrit bagi Rakyat Indonesia. Sebab dari fenomena yang ada, jumlah masyarakat Indonesia yang besar dan segera didominasi oleh kaum milenial dengan pendapatan menengah-keatas, merupakan nilai lebih tersendiri yang dimiliki Indonesia, sesungguhnya adalah pasar efektif bagi masuknya dan beredarnya produk-produk masuknya Investasi, baik Investasi domestik maupun asing. Dibalik itu itu semua yang harus disadari bahwa berkembangnya investasi akan melahirkan beban tersendiri bagi rakyat Indonesia. Karena rakyat Indonesialah yang harus menanggung implikasi-implikasi investasi, melalui pembayaran pajak dan bisa juga hancurnya produk dalam negeri akibat promosi besar-besaran yang dilakukan pemilik modal asing. Juga jika ada bantuan asing yg berbentuk loan, baik pengembaliannya maupun bunga atas loan tersebut, pada prinsipnya ditanggung oleh rakyat juga melalui kewajiban pembayaran pajak. Metode berpikir pragmatisme, tidak berarti boleh mematikan cita-cita bangsa demi kemakmuran hari ini.
Sedangkan perlunya berpikir Adaptif, karena disadari bersama bahwa dunia selalu dinamis bergerak atas berbagai penemuan dan upaya manusia. Perubahan tidak pernah berhenti dan terhenti. Dalam slogan yang mendunia dikenal, “didunia ini tidak ada yang abadi, kecuali perubahan itu sendiriâ€.
Antisipasi atas perubahan keadaan, khususnya terkait dengan berbagai aspek budaya ekonomi dan sosiologi ekonomi akan selalu menjadi ajang pertukaran pemikiran sekaligus pertukaran kepentingan yang sangat dinamis. Kesanggupan kita sebagai bangsa untuk menyatukan diri dengan tetap mendalami paham kepelbagaian dari masyakat Indonesia merupakan modal dasar dalam mengembangkan pemikiran pada perspektif adaptif. Adaptasi perlu kejelian dan keterbukaan dalam mengantisipasi perbedan baik pikiran, hati, dan langkah. Pembukaan UUD 1945 adalah pegangan untuk adaptasi pada perkembangan baru tapi tetap bersatu. Didalamnya ada idiologi Bangsa Pancasila, Tujuan Negara dan nilai-nilai dasar yang menjadi pedoman seluruh bangsa.