EDITOR.ID, Jakarta,- Ulama muda kharismatik KH Maman Imanulhaq merespons langkah pemerintah membubarkan dan melarang aktivitas organisasi Front Pembela Islam (FPI) sebagaimana diumumkan Menko Polhukam Mahfud MD pada Rabu (30/12/2020) lalu.
Kiai Maman juga menanggapi lahirnya organisasi FPI versi baru bernama Front Persatuan Islam, hingga maklumat terbaru Kapolri Jenderal Idham Azis tentang kepatuhan terhadap larangan kegiatan, penggunaan simbol, serta atribut yang berhubungan dengan FPI yang ditandatangani pada 1 Januari 2021.
“Saya berharap pemerintah dan tentu aparat keamanan untuk tetap bersikap adil,” ucap Kiai Maman yang pernah diinjak dan dipukul menggunakan bambu oleh massa beratribut FPI pada 2008 sebagaimana jpnn.com, Jumat (1/1/2020).
Di satu sisi, Kiai Maman mendukung langkah tegas pemerintah membubarkan FPI karena itu semata-mata untuk mengembalikan posisi Islam yang moderat, Islam yang toleran, dan Islam yang ramah.
Keputusan itu juga sesuai dengan kovenan internasional tentang hak sipil dan politik. Pada Pasal 18, 19 dan 21 kovenan itu ada pembatasan di mana kelompok orang yang mengganggu ketertiban umum, keamanan nasional, melakukan upaya penghasutan, pecah belah dan lain sebagainya itu memang perlu dilarang oleh negara.
“Namun sekali lagi, saya meminta bahwa eks FPI pun punya hak untuk tetap berserikat, berkumpul dan bersuara,” tegas mantan direktur Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi – Ma’ruf itu.
Anggota Komisi VIII DPR ini mengatakan, kalaupun eks FPI membuat organisasi yang baru, itu tidak masalah selama organisasinya tersebut sesuai dengan ketentuan UU Ormas, dan mengikuti asas Pancasila.
“Dan juga tidak melanggar aturan yang selama ini melekat pada diri mereka selama ini tentang penghasutan, dan juga munculnya kepemimpinan yang berbasis kerumunan identitas, itu sangat bahaya,” tutur Wakil Sekretaris Dewan Syuro DPP PKB KH Maman Imanulhaq.
Di sisi lain, pengasuh Pondok Pesantren Al Mizan Jatiwangi ini menentang perampasan dan diskriminasi terhadap aset milik eks petinggi FPI. Termasuk soal Pondok Pesantren Markaz Syariah di Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat milik Habib Rizieq Shihab.
“Namun tidak boleh ada perampasan aset, tidak boleh ada diskriminasi. Tidak boleh ada juga pembiaran oleh kelompok mana pun, termasuk misalnya soal Megamendung. Soal tanahnya boleh diperdebatkan, kan memang milik PTPN, tetapi saya minta agar diselamatkan santri-santri dan para ustaz yang mengajar di tempat itu,” tutur legislator PKB ini.