Terbongkar! Kepala Daerah Dibodohi Birokrat Lewat Belanja Pegawai

mendagri tito karnavian

EDITOR.ID, Jakarta,- Penggunaan uang APBD untuk mensejahterakan rakyat ternyata proporsinya kecil. Sehingga dana yang seharusnya diprioritaskan untuk pelayanan publik daerah terkait pendidikan, kesehatan, pangan justru jadi bancakan birokrat. Modusnya bikin rapat dengan alasan penguatan program. Bahkan rapatnya sering ke luar kota. Namun ujungnya bagi-bagi honor kepada peserta rapat.

Dana APBN lebih banyak dipakai untuk belanja pegawai seperti untuk honor rapat, kegiatan birokrat, penyusunan program, belanja operasional yang ujung-ujungnya uang itu dimanfaatkan oleh pegawai sebagai income tambahan. Sehingga layanan publik dan rakyat terlantar.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mencium adanya modus yang membodoh-bodohi kepala daerah. Modus itu yang membuat belanja pegawai begitu tinggi

“Kami sudah keliling ke beberapa daerah. Saya nggak ingin sebutkan, tidak enak. Hampir semua daerah itu proporsi belanja modalnya kecil. Belanja modal itu belanja yang langsung ke masyarakat baik untuk pendidikan kesehatan dan lain-lain,” ujar Tito dalam acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional Tahun 2021, Selasa (4/5/2021).

Berikut 3 fakta penting yang terkuak dari pernyataan Tito:

Pertama, Belanja Pegawai Dominasi Anggaran Daerah.

Tito mencatat sebagian besar anggaran di daerah 70 persen untuk belanja pegawai, bahkan ada yang sampai 80 persen. Termasuk di dalamnya belanja operasional yang ujung-ujungnya untuk pegawai juga.

Rata-rata belanja itu hanya untuk membiayai rapat dengan alasan penguatan. Padahal nantinya untuk bagi-bagi honor kepada peserta rapat.

“Termasuk beli barang untuk kepentingan pegawai juga. macam-macam programnya, penguatan ini, penguatan ini. Saya sampai mengatakan kapan kuatnya? Penguatan terus dengan rakor, rakor, rakor isinya honor nantinya,” ucapnya.

Kedua, Kepala Daerah Dibodoh-bodohi

Tito mengaku sudah mengecek ke kepala daerah dan ternyata mereka tidak tahu mengenai modus tersebut. Menurutnya praktik itu yang membuat pengelolaan di daerah ada yang sangat berantakan, termasuk tidak mampu bahkan hanya untuk memperbaiki jalan.

“Teman-teman kepala daerah nggak tahu, main tanda tangan aja. Kenapa? Karena diajukan oleh bappeda, diajukan oleh sekda. Kemudian yang penting apa yang dititipkan oleh kepala daerah itu terakomodir, ya tanda tangan,” jelas Mendagri.

Tak hanya itu, dalam belanja modal juga menurut Tito masih bisa disiasati dengan menggelar rapat lagi. Ujung-ujungnya yang benar-benar untuk belanja modal sangat sedikit.

“Ini menyedihkan. Tolong rekan-rekan kepala daerah, terutama kepala daerah baru, jangan mau dibodoh-bodohi. Buat tim khusus, tim teknis untuk penyusunan RKP, APBD dan lain-lain,” tegas Mendagri.

Ketiga, Imbas Kecilnya Belanja Modal

Belanja modal yang kecil menurut Tito berimbas pada penanganan daerah yang jauh dari harapan. Salah satunya jalan rusak yang tidak pernah diperbaiki.

“Itulah akhirnya yang terjadi, jalan-jalan rusak, sampah bertebaran. Karena apa, karena belanja modalnya kecil. Ada yang saya cek belanja modalnya cuma 12%. Artinya belanja operasionalnya itu lebih kurang 88%,” tuturnya sebagaimana dilansir dari detikcom

Dia berharap kepala daerah bisa mencontoh Presiden Jokowi ketika masih menjabat sebagai Walikota Solo. Saat itu Jokowi mampu menganggarkan belanja modal hingga 45%.

“Ini jadi tolong porsi belanja modal ini ditambah. Kalau bisa 30/40%. Bapak presiden menyampaikan pengalaman beliau waktu di Walikota Solo belum pernah berhasil mencapai 45% untuk belanja modal. Itu sudah lumayan. Ini stimulan untuk membangunkan swasta juga,” sambung mantan Kapolri itu. (tim)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: