Melansir TheDefensePos, Rafale juga sempat melancarkan serangan udara ke terowongan bawah tanah kelompok ISIS di Irak pada Oktober 2019. Tindakan yang dilakukan oleh Rafale merupakan bagian dari misi koalisi sejumlah negara melawan ISIS di Irak dan Suriah yang bernama operasi Chammal.
“Operasi ini dilakukan bersama dan dikoordinasikan dengan elemen lain dari Koalisi internasional. Tujuannya adalah untuk menghancurkan beberapa terowongan yang digunakan ISIS untuk mengirim logistik dan militernya di wilayah ini, ” kutip angkatan bersenjata Prancis.
Rafale diketahui jet tempur multifungsi karena mampu berpangkalan di daratan maupun kapal induk. Mengutip Aircraftcompare, harga satu pesawat ini mencapai US$115 juta atau setara dengan Rp1,5 Triliun.
Sejauh ini negara yang sudah membeli pesawat Rafale adalah India, Libya, Inggris, dan Swiss.
Rafale dilengkapi dua unit mesin Snecma M88, mesin ini membuat pesawat ini mampu melesat hingga 1,8 mach atau 1.912 km per jam dengan ketinggian puncak, dan ketinggian rendah 1,1 mach atau 1.390 km per jam.
Adapun soal persenjataan, pesawat ini memiliki GIAT 30/719B cannon dengan 125 bulatan hingga rudal nuklir ASMP-A.
Mengutip laman Dassault-Aviation, Dessault Rafale yang dirancang sebagai pesawat tempur yang berpangkalan di daratan maupun kapal induk. Dassault Rafale didesain bersayap delta dipadukan dengan kanard (aeronautika) aktif terintegrasi untuk memaksimalkan kemampuan manuver zero gravity atau G (+9 G atau -3 G) untuk kestabilan terbang.
Bahkan Dessault Rafale (Squall) juga bisa bermanuver hingga 11 G dalam keadaan darurat, dengan laju kecepatan pendaratan hingga 115 knot.
Jet tempur Dessault Rafale disebut memiliki panjang 15 meter/tinggi 5 meter dan terbang perdananya pada tahun 1986 serta memiliki kecepatan maksimal 2.130 km per jam.
Rafale juga dilengkapi sistem bantuan-pertahanan terintegrasi bernama SPECTRA, yang bisa melindungi pesawat dari serangan udara maupun darat pakai teknologi siliman virtual berbasis perangkat lunak.
Kemampuan ini pernah ditunjukkan dalam sebuah pertempuran di Libya, di mana Rafale dapat melaksanakan misi secara independen untuk menghancurkan alat Pertahanan Udara Musuh (SEAD).
Rafale dapat menggunakan beberapa sistem sensor pasif. Sistem optik-listrik bagian-depan atau Optronique Secteur Frontal (OSF), dikembangkan oleh perusahaan Thales Group. Sistem perlindungan diri elektronik SPECTRA memberi pesawat ini kemampuan untuk bertahan melawan ancaman dari udara maupun daratan.
Dari sisi elektronik, pesawat ini dilengkapi sistem Thales RBE2 berjenis passive electronically scanned array (PESA). Oleh pabrikannya, Thales, alat ini bisa meningkatkan kewaspadaan terhadap jet tempur lainnya dan dapat mendeteksi secara cepat serta mampu melacak berbagai target dalam pertempuran jarak dekat.