Namanya memang tidak sehebat Walikota Surabaya Tri Risma Harini, tidak sehebat Gubenur Jawa Barat Ridwan Kamil. Yang setiap hari menjadi konsumsi berita di media massa sehingga publik mengidolakannya. Hasto Wardoyo sang Bupati Kulon Progo bekerja dalam senyap.
EDITOR.ID, Jakarta,- Pejabat setingkat menteri pertama kali yang diangkat Presiden Joko Widodo sebelum ia dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia periode kedua 2019-2024 adalah Hasto Wardoyo.
Jokowi menarik “wong ndeso” ini sebagai nahkoda baru di jajaran Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Sebelumnya Hasto Wardoyo adalah kepala daerah sebuah Kabupaten yang tak begitu dikenal di tingkat nasional, yakni Kabupaten Kulon Progo.
Hasto Wardoyo seorang Bupati yang belum lama ini terpilih kembali dan masih menjabat sebagai Bupati hingga 2022. Namun Hasto memutuskan memilih tugas baru Presiden Joko Widodo sebagai Kepala BKKBN. Ia memilih melakukan urbanisasi ke Jakarta, hijrah sebagai pejabat level nasional.
Apa yang membuat Jokowi memilih Hasto sebagai pembantunya? Apakah ini sebagai pertanda pemanasan sebelum ia dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia Periode kedua 2019-2024 pada bulan Oktober 2019 nanti?
Inilah alasan Jokowi memilih Hasto sebagai pembantu “perdana†nya sebelum ia nantinya memilih sosok-sosok menteri jajaran di Kabinetnya.
Jokowi mengaku ia memilih Hasto selain melihat latar belakang pendidikan Hasto yang seorang dokter, Jokowi menilai Hasto yang merupakan seorang dokter yang tepat menduduki posisi Kepala BKKBN.
“Itu kan dokter dan komunikasi publiknya kalau seorang bupati kan jauh lebih baik untuk mengampanyekan keluarga berencana,†kata Jokowi.
Jokowi juga menambahkan Hasto merupakan ‘orang lapangan’. Sehingga Hasto dinilai mengetahui betul persoalan yang berkaitan dengan BKKBN.
“Kita harapkan seperti itu (lebih baik). Jelas orang lapangan, tahu masalah detail sebelumnya, dan dokter juga. Dokter kebidanan sudah pas lah itu. Kita cari yang pas,†katanya.
Pengangkatan Bupati Kulon Progo Hasto Wardoyo oleh Jokowi ini merupakan sinyal dan pertanda bahwa Jokowi mencintai figur pemimpin daerah yang bertipe eksekutor, pekerja keras, dan jelas hasil kinerjanya untuk menjadi para pembantunya.
Jokowi sepertinya ingin memberikan warna baru dan sistem meritokrasi di pemerintahan dengan memberi kesempatan orang daerah yang berprestasi naik jenjang karir di level nasional. Syaratnya: eksekutor, tipe pekerja keras, punya hasil yang dicapai.