EDITOR.ID, Jakarta,- Biadab sekali perbuatan teroris pengebom tiga Gereja di Surabaya. Kenapa? Ia menjadikan anak umur 12 tahun dan 9 tahun sebagai bahan meledakkan Gereja. Kedua anak tersebut tewas dalam kondisi mengenaskan karena tubuhnya hancur terkena ledakan bom.
Tahukah jika anak-anak ini menangis sebelum mereka menjadi martir bom.
Anak-anak Dita Oepriarto dan Puji Kuswati, pasutri bomber gereja di Surabaya, Jatim, sempat terlihat menangis. Berdasarkan keterangan RT tempat tinggal mereka, anak-anak Dita dan Puji saling menangis saat salat di Musala.
Tangisan itu dilihat oleh warga sekitar di dekat kediaman Dita Oepriarto dan Puji Kuswati, dua pelaku bom bunuh diri.
“Dari keterangan Pak RT di lingkungan rumah mereka, malam minggu (Sabtu, 12 Mei 2018) satu hari sebelum kejadian, dua anak Dita salat di musala dan saling tangis-tangisan,” kata kata Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto, di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (18/5/2018).
Ketika ditanya lebih rinci, apa yang menjadi pemicu tangisan dua anak itu, Setyo tidak bisa menjelaskannya.
Setyo hanya menduga anak-anak Dita menangis karena disuruh orang tua mereka untuk menjalankan bom bunuh diri bersama kedua orang tuanya. Anak-anak itu tahu, pada Minggu (13/5/2018) pagi, akan mengakhiri hidupnya dengan melakukan serangan bom.
“Ada apa itu? Kemungkinan besar mereka sadar akan melakukan amaliyah,” ujar Setyo.
Diketahui Dita Oepriarto melakukan aksi bom bunuh diri di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS), Minggu (13/5/2018). Sebelum mengebom, Dita mengantar istrinya, Puji Kuswati, bersama anaknya, FS dan FR, meledakkan bom di Gereja Kristen Indonesia (GKI), Jalan Diponegoro.
Sedangkan anak Dita yang lain, YF dan FH, melakukan pengeboman di Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela, Ngagel. Peristiwa di tiga gereja itu menyebabkan 18 orang tewas dan 43 orang mengalami luka-luka. (tim)