Pria yang berprofesi sebagai Advokat Senior ini menilai, tidak ada relevansinya penolakan yang diutarakan PA 212 dengan kebijakan seorang Presiden yang menjalankan perintah Undang-Undang.
“Kalau UU memerintahkan Presiden menunjuk calon yang akan menjabat Kepala Badan Otoritas Ibukota maka sebagaimana diatur dalam UU, itu menjadi hak prerogatif Presiden sebagaimana belum lama ini Presiden memilih dan mengangkat jajaran Dewan Pengawas KPK, jadi tidak ada yang salah jika sudah diatur dalam UU,” paparnya.
Jadi menurut Urbanisasi, tidak ada yang bisa mendikte negara atau menghalang-halangi hak Presiden untuk memasukkan Ahok sebagai salah satu kandidat Kepala Badan Otoritas Ibukota. “Kalau ada yang sok bisa mendikte negara dengan mengatasnamakan kelompok tertentu trus presiden harus menuruti apa kehendak mereka, ini sangat tidak masuk akal,” ucap dia.
Pada Senin (2/3/2020), Presiden Jokowi mengumumkan sejumlah nama kandidat yang bakal jadi Kepala Badan Otorita Ibu Kota Baru. Selain Ahok, terdapat sejumlah nama lain seperti Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang Brodjonegoro, Direktur Utama PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. Tumiyana, dan Bupati Banyuwangi Azwar Anas.
Presiden Jokowi mengakui bahwa nama mantan Gubernur DKI yang kini Komisaris Utama PT Pertamina Basuki ‘Ahok’ Tjahja Purnama menjadi salah satu yang mungkin ditunjuk memimpin ibu kota baru negara di Penajam Paser Utara dan Kutai Kertangeara, Kalimantan. (tim)