Bawaslu RI merilis, bahwa dari 247 pilkada serentak 2020, tercatat Rp 27.490.572.550, jumlah sumbangan dana kampanye untuk pemilihan gubernur, dan Rp. 355.279.170.927, jumlah dana kampanye untuk pemilihan bupati/walikota.
Menurut Fritz Edward Siregar, komisioner Bawaslu RI, mayoritas sumbangan dana kampanye berasal dari pasangan calon sendiri. Ini berdasarkan pada Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK).
Padahal, realitasnya, banyak sumbangan dana kampanye yang tak dilaporkan. LPSDK tak lebih sekadar formalitas dan guna menggugurkan kewajiban pasangan calon untuk menghindari sanksi pembatalan bila lambat melapor. Padahal, substansi pelaporan untuk memenuhi pasas transparansi publik, guna mengetahui indeks ongkos demokrasi, penggunaan dana rakyat, serta menghindari money laundry.
Dari laporan itulah, menjadi jelas siapa saja dari perseorangan atau perusahaan yang menjadi fundraising pasangan calon. Sehingga hubungan rezim dengan pengusaha jelas bukan berasal dari “pasar gelap” dalam pengelolaan negara. Tentu tetap wajib mengindahkan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
Di negara demokrasi, hubungan penguasa dengan pengusaha bukan “hal yang tabu”. Di Indonesia, acapkali hubungan antar keduanya dijalin sembunyi-sembunyi, guna menghindari sorotan publik. Padahal, sah-sah saja, penguasa dan pengusaha menjalin hubungan baik. Penguasa pemegang otoritas politik dan pengusaha pemegang otoritas ekonomi. Keduanya memiliki sumbangsih dalam menggerakkan roda ekonomi daerah dan nasional.
Product Domistic Bruto (PDB) dan Product Domistic Regional Bruto (PDRB) terbentuk berdasar harga bergerak dan harga konstan, lantaran biaya konsumsi rumah tangga, lembaga non profit rumah tangga, pemerintah, modal tetap bruto, perubahan investori dan komponen ekspor. Semua itu yang menentukan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan netto negara. Dari berbagai komponen tersebut nampak jelas bahwa posisi Indonesia sebagai negara yang menduduki peringkat ke-7 pendapatan terbesar di dunia, terkait dengan pelaku ekonomi dari pemerintah dan pengusaha.
Dalam panggung kekuasaan, hubungan pemerintah dan pengusaha mengalami pasang surut. Setidaknya, ada 3 pola hubungan. Terkadang pemerintah dan pengusaha orangnya berbeda. Pengusaha hanya menjadi support system dari rezim penguasa. Terkadang pemerintah dan pengusaha dari kelompok politik dan bisnis yang sama. Pengusaha menjadi fundraising kegiatan politik penguasa. Dan terkadang pula penguasa dan pengusaha orang yang sama. Keniscayaan sentralisasi sumberdaya politik ekonomi pada satu orang.