EDITOR.ID, Jakarta,- WhatsApp mengumumkan pembaruan Kebijakan Privasi layanan kepada pelanggan dan pengguna WA. Para pengguna WhastApp pekan ini telah mulai menerima pemberitahuan pembaruan Persyaratan Layanan dan Kebijakan Privasi baru dari aplikasi pesan instan ini.
Di dalam notifikasi tersebut, WhatsApp menyebutkan adanya tiga pembaruan penting. Salah satunya, pengguna kini “dipaksa” dan diharuskan menyerahkan data pribadi pengguna ke Facebook selaku perusahaan induk WhatsApp, jika ingin tetap menggunakan aplikasi tersebut.
Persyaratan baru dan kebijakan privasi WhatsApp akan mulai berlaku pada 8 Februari 2021.
Bagaimana jika tidak menyetujui kebijakan baru? Pengguna diizinkan untuk menghapus akun dan tidak bisa menggunakan WA lagi. Pengguna harus menerima persyaratan dan perubahan ini untuk tetap menggunakan akun WhatsApp mereka setelah batas waktu tersebut.
Jika tidak setuju, WhatApp menyebutkan bahwa pengguna bisa menghapus akunnya. “Anda bisa mengunjungi help center kalau lebih suka menghapus akun dan ingin mendapatkan lebih banyak informasi,” tulis WhatsApp dalam notifikasinya.
Padahal, Kamis (7/1/2021), sebelumnya pengguna bisa memilih apakah ingin meneruskan datanya ke Facebook atau tidak. Sekarang tak ada pilihan lain kecuali menerima syarat itu.
“Informasi yang kami bagikan ke perusahaan lain di Facebook termasuk informasi registrasi akun Anda (berikut nomor telepon), data transaksi, informasi terkait layanan, informasi interaksi Anda dengan orang lain, tulis WhatsApp dalam sebuah laman di situsnya.
“Sebagai bagian dari Perusahaan Facebook, WhatsApp bermitra dengan Facebook untuk menawarkan pengalaman dan integrasi di seluruh keluarga aplikasi dan produk Facebook,” lanjut WhatsApp.
Selain poin berbagi data dengan Facebook, dua poin lainnya dalam perubahan kebijakan privasi WhatsApp berkisar soal pemrosesan data pengguna dan komunikasi dengan pemilik akun bisnis.
Secara halus WA “memaksa” pengguna untuk menyetujui kebijakan barunya. Sejumlah pegiat hak privasi pun mempertanyaan kebijakan baru tersebut.
Mereka menyarankan pengguna untuk beralih ke aplikasi pesan instan yang lain, seperti Telegram dan Signal. (tim)