Anang meminta para hakim yang mengadili kasus narkotika untuk lebih teliti dalam memahami UU Narkotika ketika akan memberikan menjatuhkan vonis pada kasus penyalahguna narkotika. Pahami pola pendekatan UU Narkotika yang sifatnya berlaku khusus.
“Hakim tidak boleh memvonis penyalahguna narkotika dengan hukuman pidana penjara, tapi hakim wajib memberi vonis hukuman alternatif, memaksa penyalahguna narkoba untuk mendapatkan perawatan ke tempat rehabilitasi,” tegasnya.
Hal demikian, lanjut Anang, juga berlaku bagi aparat polisi. “Penyalahguna narkoba dinafikkan untuk ditangkap dan ditahan, tapi langsung dibawa ke rumah sakit atau tempat rehabilitasi agar ditangani tim medis sebagai pendekatan kesehatan,” kata Anang.
Tujuannya, lanjut Anang, agar keluarga artis atau orang awam penyalahguna narkotika tidak dicemarkan atau malu, padahal penyalahguna narkotika bukan kriminal. “Tapi masyarakat terlanjur memberikan stigma kalau penyalahguna narkotika adalah penjahat, hal ini terjadi karena kesalahan aparat penegak hukum dalam memahami dan membaca Undang-Undang,” kata Anang.
Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, rohnya adalah kesepakatan hukum internasional. “Dimana pendekatan penanganan penyalahguna narkoba lebih kepada pendekatan kesehatan yang bertanggung jawab Menteri Kesehatan, bukan pendekatan dari unsur pidana yang melibatkan aparat penegak hukum,” pungkasnya. (tim)