EDITOR.ID, Jakarta,- Presiden Joko Widodo kembali menyebut policy nya untuk merampingkan ratusan Undang-Undang dalam sebuah pekerjaan besar yang dinamakan Omnibus Law. Terobosan baru dibidang hukum ini kembali terucap Pada Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Indonesia Maju Pemerintah Pusat dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) 2019 di Sentul International Convention Center, Bogor, Rabu 13 Nopember 2019 silam.
Rakornas ini dihadiri oleh para menteri Kabinet Indonesia Maju, gubernur, bupati, wali kota, ketua DPRD tingkat I dan tingkat II, kajati, kajari, ketua pengadilan negeri dan pengadilan tinggi, kapolda, kapolres, dandim hingga danrem serta para kepala lembaga negara terkait, sebanyak 2.693 orang.
Presiden menyatakan Omnibus Law merupakan salah satu solusi untuk memangkas ratusan peraturan. Terlalu mudah dan seringnya produksi aturan membuat Indonesia tidak memiliki flesibilitas sehingga menjadi lambat dan tertinggal dari negara-negara lain.
Menyikapi rencana Presiden Joko Widodo melakukan Omnibus Law, Pengamat hukum Dr Urbanisasi mendukung penuh upaya tersebut. “Ini sebuah terobosan hukum yang cerdas dan brilian dari seorang presiden, maka patut kita apresiasi,” ujarnya di Jakarta, Senin (18/11/2019)
Menurut Urbanisasi, jika investasi ingin meningkat maka Presiden harus berani memangkas Undang-Undang dan Peraturan yang selama ini menghambat pengusaha masuk ke Indonesia, karena mereka mengeluh dengan banyaknya aturan disini dan sering satu sama lainnya saling tumpang tindih.
“Rencana penyatuan UU atau Omnibus Law merupakan pekerjaan besar legislasi oleh pemerintah dan DPR. Setidaknya ada puluhan undang-undang yang berhubungan dengan ketenagakerjaan dan UU yang berhubungan dengan investasi harus disatukan, dan beberapa regulasi tentang UMKM,” katanya.
Semua peraturan perundang-undangan itu harus diharmonisasi. Jadi, upaya Omnibus Law bukan sekadar menyederhanakan jumlah undang-undang namun sejauh mana penyatuan UU itu harmonis menjadi sebuah produk legislasi.
Selain itu, produk undang-undang hasil penyatuan harus mengutamakan kualitas agar tidak berujung pada uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK).
Omnibus Law berpotensi memunculkan permasalahan baru seperti penolakan publik, substansi aturan yang mengingkari hak publik, hingga permasalahan implementasi.
Karena itu, DPR bersama pemerintah harus melibatkan publik dalam setiap tahapan penyusunannya.
Luasnya ruang lingkup Omnibus Law menuntut pihak pembuat UU mampu menjangkau dan melibatkan lebih banyak pemangku kepentingan.