Sementara, MK menggelar sidang putusan perkara sistem pemilu pada hari Kamis (15/6).
Agenda utama dalam sidang pada Kamis (15/6) tersebut adalah pembacaan keputusan sistem pemilu yang akan berlaku pada pemilu 2024. Apakah proporsional terbuka atau proposional tertutup.
Dan, perlu diketahui bahwa pada tanggal (15/6) tersebut, pukul 10.45 WIB sidang dengan agenda pembacaan keputusan sistem pemilu belum juga dimulai. Padahal berdasarkan agenda, sidang seharusnya dimulai pukul 09.30 WIB.
Tolak gugatan, MK putuskan Pemilu tetap dengan sistem proporsional terbuka
Sistem pemilu proporsional terbuka yang diatur di UU Pemilu digugat ke MK oleh sejumlah orang. Mereka adalah Demas Brian Wicaksono, Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono.
Perlu dipahami bahwa, dengan sistem proporsional tertutup, pemilih tidak bisa memilih calon anggota legislatif langsung.
Tetapi, pemilih hanya bisa memilih partai politik, sehingga partai punya kendali penuh menentukan siapa yang akan duduk di parlemen.
Dengan demikian, pada hari Kamis, (15/6) MK menolak permohonan uji materi pasal dalam UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
“Mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan di gedung MK pada Kamis (15/6).
Dalam konklusinya, MK menegaskan pokok permohonan mengenai sistem pemilu tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.
Alhasil, gugatan bernomor 114/PUU-XX/2022 itu gagal menjadikan pemilu sistem proporsional tertutup diberlakukan lagi.
MK menilai Konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950 tidak menentukan jenis sistem pemilihan umum yang digunakan untuk anggota legislatif.
Sikap ini diambil MK setelah menimbang ketentuan-ketentuan dalam konstitusi yang mengatur ihwal pemilihan umum.
“UUD 1945 hasil perubahan pun tidak menentukan sistem pemilihan umum untuk memilih anggota DPR dan anggota DPRD. Dalam hal ini, misalnya, Pasal 19 ayat (1) UUD 1945 menyatakan anggota DPR dipilih melalui pemilihan umum,” beber hakim MK Suhartoyo.
Maka, dengan demikian, MK lebih mendukung sistem proporsional terbuka karena lebih mendukung iklim demokrasi di Tanah Air.
Hal ini berkebalikan kalau sistem proporsional tertutup yang diterapkan. “Sistem proporsional dengan daftar terbuka dinilai lebih demokratis,” ujar Suhartoyo.
Sebelum MK mengambil keputusan tersebut terjadi pro dan kontra soal sistem pemilihan di Pemilu 2024 hingga memanas.
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menilai pernyataan Ahli Hukum Tata Negara, Denny Indrayana terkait keputusan MK apakah akan memutuskan sistem pemilihan umum ke proposional tertutup sebagai pembocoran rahasia negara.