Matinya Keadilan Dalam Vonis Bebas Tragedi Stadion Kanjuruhan

Ketum Paguyuban Supporter Timnas Indonesia (PSTI) Ignatius Indro menyebut hasil vonis terdakwa tragedi Kanjuruhan ini menunjukkan tak ada rasa kemanusiaan. Tak ada lagi keadilan bagi 135 nyawa yang hilang.

Ketua Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan (TATAK) Imam Hidayat Foto Ist

Sedangkan, Direktur Utama PT Liga Indonesia Bersatu Akhmad Hadian Lukita masih belum dibawa ke pengadilan dan disebut masih lengkapi berkas.

Vonis Para Terdakwa Tragedi Kanjuruhan Dianggap Menjauhi Keadilan

Para pemerhati sepak bola kecewa dengan keputusan Pengadilan Negeri Surabaya yang memvonis para terdakwa Tragedi Kanjuruhan dengan hukuman ringan, bahkan bebas.

Suasana acara diskusi ilmiah dengan tema “Pasca Kanjuruhan, Quo Vadis Fanatisme Fans Sepak Bola Indonesia” di Universitas Bung Karno, Jumat (17/3/2023). Foto Kompas

Mereka menilai putusan itu jauh dari rasa keadilan bagi 135 korban serta keluarga yang ditinggalkan. Vonis tersebut dinilai menjadi preseden buruk bagi sepak bola Indonesia. Karena menganggap hilangnya 135 nyawa tidak memiliki arti penting di masyarakat.

Hal ini terungkap dalam diskusi publik “Pasca Kanjuruhan, Qoa Vadis Fanatisme Fans Sepak Bola Indonesia” yang diadakan oleh Pusat Komunikasi Olahraga Bung Karno di kampus UBK.

Jangan Jadikan Supporter Hanya Komoditas Tak Ada Nilai Kemanusiaan

Direktur Pusat Komunikasi Olahraga Bung Karno, Dr Meistra Budiasa menilai Suporter, pemain dan official adalah satu ekosistem dalam sepak bola.

“Jangan jadikan suporter sebagai komoditas tetapi jadikan sebagai bagian dari sepak bola secara keseluruhan dengan kedepankan nilai-nilai kemanusiaan, sehingga hukuman ringan dan bebas bagi terdakwa Kasus Kanjuruhan itu tentu jauh dari nilai-nilai kemanusiaan,” ujar Meistra.

Harusnya Tragedi Kanjuruhan Bisa Diantisipasi PSSI dan Otoritas Keamanan

Sementara itu mantan deputy sekjen PSSI yang kini menjadi Direktur Oaka Football Grup, Fanny Riawan mengatakan buruknya pengelolaan sepak bola memiliki pengaruh penting terhadap suporter.

“Presiden Jokowi sebenarnya telah mengeluarkan Inpres nomor 3 tahun 2019 yang isinya tentang pembangunan stadion dengan standart FIFA, namun sayang ini tidak berjalan, padahal kalau berjalan tentu tragedi ini bisa dihindari,” kata Fanny.

Fanny Riawan menambahkan, Tragedi Kanjuruhan seharusnya dapat diantisipasi, baik oleh PSSI maupun otoritas keamanan.

Ia menjelaskan, sudah ada banyak kasus kekerasan suporter dalam persepakbolaan Indonesia sebelum Tragedi Kanjuruhan.

Harusnya, hal tesrebut dianalisis dan dipahami pihak-pihak otoritas supaya dapat membentuk manajemen mitigasi dan penanganannya.

“Belum lagi pengelolaan sepak bola Indonesia yang masih buruk menyebabkan tidak ada jaminan keamanan bagi suporter dalam menyaksikan pertandingan. Sehingga dengan itu semua kejadian seperti ini tinggal menunggu waktu,” lanjutnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: