Sebenarnya ada tiga pitutur (pepatah) Jawa yang dipegang Jokowi. Pertama, ‘lamun sira pinter, aja minteri’, yang artinya ‘meski Anda pintar namun jangan memintari (membohongi)’. Kedua, ‘lamun sira banter, aja ndhisiki’, yang artinya ‘meski Anda kencang, jangan mendahului’. Ketiga, barulah ‘lamun sira sekti, aja mateni’.
“Lamun sira sekti, aja mateni. Itu artinya dia punya kekuasaan tapi tidak kemudian akan bertindak semena-mena,” kata Eko.
Ajaran-ajaran Jawa di atas memang hidup dalam memori kolektif masyarakat Jawa. Eko menjelaskan, ajaran luhur terdapat dalam karya Pakubuwono IV yakni Serat Wulangreh, Serat Wedhatama karya Mangkunegara IV, ajaran Ki Ageng Suryomentaram, dan RMP Sosrokartono seorang bijaksana kakak RA Kartini mantan wartawan Perang Dunia I.
Dihubungi terpisah, akademisi Fakultas Filsafat UGM yang mendalami filsafat wayang, Iva Ariani, menjelaskan, kalimat ‘lamun sira sekti, aja mateni’ itu bukan hanya diucapkan dalam pewayangan saja melainkan merupakan ajaran kebijaksanaan Jawa secara umum.
“Itu kalimat peribahasa atau ungkapan dalam bahasa Jawa. Bisa muncul sebagai nasihat dalam lakon pewayangan, bisa juga dalam nasihat sehari-hari,” kata Iva ketika dihubungi terpisah.
Sebelumnya, Jokowi memasang video singkat berdurasi 15 detik di akun Twitter resminya. Video itu berisi tayangan gambar tokoh wayang yang memberi padi ke seorang pria bertelanjang dada.
Dalam video itu, Jokowi berkata, “Lamun sira sekti, aja mateni. Meskipun kuat, jangan suka menjatuhkan.” (tim)