Bandung, Jawa Barat, EDITOR – Keberadaan angkutan kota sudah semakin jarang digunakan. Hal ini lantaran masyarakat hampir sebagian besar telah memiliki kendaraan pribadi. Tak heran kondisi jalan kota kian padat.
Atas hal itu Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung melalui Dinas Perhubungan (Dishub) tahun depan (2024 – red) berencana untuk mengkonversi angkutan kota menjadi moda transportasi masal. Tujuannya menekan tingkat kemacetan, dengan mengarahkan masyarakat bisa menggunakan transportasi massal.
Seperti diketahui, kehadiran moda transportasi massal berbasis bus bertujuan meningkatkan kualitas sistem pelayanan.
“Seperti kita tahu persoalan pengeteman (manunggu penumpang) berdampak pada waktu keberangkatan. Hal itu sering kita temui pada sistem angkutan umum biasa,” ungkap Anggota Komisi C DPRD Kota Bandung Uung Tanuwidjaja, saat dihubungi, Selasa (26/9/2023).
Menurutnya, konsep angkutan masal memang sedikit berbeda dengan angkutan kota. Sebab, hanya jalan tertentu yang dilalui agar tak bersinggungan dengan angkutan kota.
“Harapannya ini bisa mengurangi kemacetan lalu lintas,” tukas politisi Partai Nasional Demokrat (NasDem) ini.
Dijelaskan Uung yang juga Ketua Fraksi NasDem DPRD Kota Bandung ini, memang sudah saatnya Kota Bandung memiliki moda transportasi massal yang bisa melayani masyarakat dari wilayah Bandung Raya.
Hal ini menjadi penting mengingat Kota Bandung telah menjadi kawasan metropolis yang perekonomiannya semakin bertumbuh. Tak sedikit pula warga Kota Bandung yang bekerja di luar daerah meskipun berada di wilayah Bandung Raya, seperti Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung Barat serta Kabupaten Sumedang
“Kota Bandung memerlukan moda transportasi masal yang terintegrasi mengingat mobilitas masyarakat di wilayah Bandung Raya sangat tinggi. Sehingga kemacetan tak bisa terhindarkan,” tuturnya.
Menyoal apakah Kota Bandung sudah memerlukan moda transportasi massal layaknya lintas rel terpadu atau LRT seperti di kawasan Jabodetabek, Uung menyebut, hal itu bisa saja jika infrastruktur dan anggaran telah memadai.
“Namun memang perlu waktu, karena LRT di Jabodetabek pun membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk dapat terealisasi. Hanya saja kalau ada kemungkinan untuk mengadakan LRT, kami sangat menyambut baik,” katanya.
Selain itu, dengan berkurangnya kemacetan bisa mengurangi polusi udara seperti yang terjadi di wilayah Jadetabek akhir-akhir ini. Meski asap kendaraan bukan faktor utama yang menimbulkan polusi, berkurangnya penggunaan kendaraan pribadi dapat membuat udara lebih bersih.