Kritik Nalar Kebebasan Prancis

Macron dan para analis Islamisisnya, sudah semestinya banyak membaca buku Arkoun di atas, sehingga dalam menghadapi umat Islam di dalam dan luar negeri, tidak kontraproduktif yang justru merugikan Prancis sebagai imperium terbesar kedua di dunia, setelah Inggris. Bagaimana tidak, francephobia di kalangan negara Islam atau muslim akan muncul dan akhirnya dapat momentum. Padahal, Prancis negara yang membidani PBB yang bercita-cita untuk mewujudkan perdamian dunia yang abadi dan berkeadilan sosial.

Selain itu, dari segi bisnis dan investasi merugikan Prancis. Sebab, negara Islam atau muslim banyak yang menjadi “pangsa pasar” dan di antara pengusaha dari Timur Tengah sudah menjadi investor produk-produk kenamaan mereka. Di antara perusahaan yang membaikot: Asosiasi Dahiyat al-Thuhr, Wajbah Dairy Qatar, Al Meera Consumer Goods Company dan lain sebagainya.

Kendati Prancis mendapat kecaman, demo dan baikot, Macron tetap tak bergeming. Ia dapat memahami kemarahan umat Islam dunia, namun ia tak bisa mentoleransi kekerasan atas nama apa pun. Ia tak akan mundur sedikit pun melawan kekerasan dan membela hak kebebasan berekspresi, termasuk penerbitan kartun Nabi Muhammad yang memicu kemarahan umat Islam dunia.

Namun demikian, bukan berarti pemerintahnya mendukung kartun-kartun satir tersebut dan Prancis anti-muslim. Sebuah pernyataan bersayap dan khas politisi kelas dunia, yang esensinya hanya permainan kata. Ujung-ujungnya, Macron tak mau mengalah dan negara Islam atau muslim yang harus mengalah atas supremasi nilai kebebasan menulis, berfikir dan menggambar yang dianutnya.

Padahal secara epistemologis, tak ada kebebasan absolut. Kebebasan itu dibatasi oleh kebebasan orang lain. Negaralah yang menjadi wasit penegah dari benturan-benturan kebebasan.Tanpa itu, kebebasan akan menimbulkan kekacauan yang mengancam keamanan dan ketertiban umum. Sesungguhnya, atas dasar inilah, kritik nalar kebebasan Prancis urgen dilakukan, dengan mendialogkan nalar Islam dan nalar Prancis sekaligus. Sehingga dengan demikian, antar warga negara dapat saling memahami dan menghormati nilai-nilai yang dianut satu sama lain demi dan atas nama harmoni sesama warga bangsa.

Penulis adalah Pendiri Eksan Institute

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: