Jakarta, EDITOR.ID,- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar praktek dugaan korupsi sejumlah petinggi PT Perkebunan Negara (PTPN) dalam tindak pidana korupsi mark up pengadaan lahan Hak Guna Usaha (HGU) di Jawa Timur pada 2016. Dalam kasus tersebut, mantan Direktur PT Perkebunan Negara (PTPN) XI Mochamad Cholidi ditetapkan sebagai tersangka.
Selain Cholidi, KPK juga menetapkan Kepala Divisi Hukum dan Aset PTPN tahun 2016 Mochamad Khoiri dan Komisaris Utama PT Kejayan Mas,Muhchin Karli menjadi tersangka.
KPK menduga Cholidi, Khoiri dan Muhchin telah bersekongkol melakukan mark up pada pembelian lahan oleh PTPN XI di Pasuruan, Jawa Timur pada tahun 2016. Akibat perbuatan korupsi para pelaku, negara dirugikan senilai Rp30,2 miliar.
“Sebagaimana kecukupan alat bukti, maka KPK menetapkan dan mengumumkan 3 pihak sebagai tersangka,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat konferensi pers di gedung merah putih KPK, Senin (13/5/2024).
Alex menjelaskan kasus itu semula ketika PT Kejayan menawarkan lahan seluas 79,5 hektare yang berada di Pasuruan kepada PTPN XI untuk menanam tebu. Harga yang diajukan untuk lahan tersebut senilai Rp125 ribu meter persegi.
Atas penawaran itu, Cholidi dan Khoiri sempat mengunjungi lokasi. Tanpa kajian mendalam, Cholidi langsung memerintahkan Khoiri untuk menyiapkan anggaran senilai Rp 150 miliar guna membeli lahan itu.
“MC selaku Direktur PTPN XI memberikan persetujuan dan disposisi untuk segera ditindaklanjuti dengan memerintahkan MK menyusun draft SK Tim pembelian tanah untuk tanaman tebu sendiri PTPN XI,” ucap Alex.
Alex mengatakan pada akhirnya harga tanah yang disepakati para pihak adalah Rp 120 ribu per meter persegi. Padahal merujuk pada keterangan kepala desa setempat, harga tanah di daerah itu hanya Rp 50 ribu per meter persegi. Harga itupun terbilang mahal dari harga asli pembelian lahan yang ada.
“MC, MK, dan MHK menyepakati nilai harga Rp120 ribu meter persegi. Padahal merujuk pada keterangan Kepala Desa setempat nilai pasar lahan hanya berkisar Rp35 ribu sampai Rp50 ribu permeter persegi,” ungkap Alex.
“Atas perintah MC (Cholidi) dibuatkan dokumen fiktif berupa laporan akhir kajian kelayakan sebagai salah satu kelengkapan pembayaran uang muka,” sambung Alex.
Alex melanjutkan KPK menyimpulkan telah terjadi mark up dalam pembelian lahan ini. Dugaan itu diperkuat dengan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh P2PK Kementerian Keuangan dan dikuatkan oleh hasil kaji ulang litigasi Dewan Penilai Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI).