“Satu-satunya adalah pintu 13 yang amunisinya meledak di tubir tangganya terus di pintu keluar tadi itu kelihatan di sini itu gas sampai keluar, artinya gasnya turun sampai ruang ini,” ujar Komisioner Komnas HAM Muhammad Choirul Anam dalam konferensi pers, Rabu (2/11).
Choirul menjelaskan asap dari ledakan amunisi itu sampai merambat ke ruangan lainnya. Choirul mengungkapkan, berdasarkan diskusinya dengan ahli kimia, gas air mata tersebut tidak mematikan.
Tetapi, dalam kondisi tertentu seperti ruang tertutup, sambungnya, jumlah oksigen yang sedikit membuka kemungkinan menyebabkan kematian.
Tragedi Kanjuruhan terjadi usai pertandingan Liga 1 antara Arema FC Vs Persebaya pada 1 Oktober 2022 lalu. Ratusan supporter meninggal imbas tembakan gas air mata bertubi-tubi dari aparat. Mereka sesak nafas dan berdesak-desakan keluar stadion.
Kala itu, para suporter dari Arema bertumpahan turun ke stadion untuk mencari pemain dan ofisial tim, hal itu direspons polisi dengan menembakkan gas air mata ke lapangan dan tribun stadion. Sontak mereka panik dan berlarian ke pintu keluar dalam kondisi sesak napas dan terinjak-injak.
Tragedi Kanjuruhan turut menjadi sorotan di mata dunia. Tragedi ini tergolong ‘dua besar bencana sepak bola’ dunia, setelah bencana kemanusiaan serupa terjadi di Lima, Peru pada 1964 silam yang menewaskan lebih dari 300 orang. (tim)