EDITOR.ID, Jakarta,- Komisi III DPR RI menegaskan akan mengawal di Bareskrim Polri kasus penghinaan Edy Mulyadi terhadap warga Kalimantan. DPR tak ingin kasus ini dianggap remeh dan pelaku harus dihukum sesuai keadilan yang diharapkan masyarakat. Saat ini desakan agar Edy diadili mengalir dari berbagai daerah atas kasus penghinaan yang dilakukan caleg PKS gagal tersebut.
Komisi III DPR RI kembali menerima audiensi kelompok masyarakat Kalimantan yang tergabung dalam Aliansi Borneo Bersatu, Kamis (27/1/2022). Mereka mengadukan pernyataan Edy Mulyadi yang dinilai menghina Kalimantan.
“Hari ini rombongan Aliansi Borneo Bersatu datang mengadukan dari pernyataan yang sangat menghina dan menista dari Edy Mulyadi terhadap masyarakat Kalimantan, dan kami tadi menerima beserta komisi III, Insya Allah apa yang mereka minta, intinya mereka meminta pemerintah untuk memproses secara hukum kepada Edy Mulyadi,” kata
Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Pangeran Khairul Saleh, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (27/1/2022).
Pangeran mengatakan dirinya mendapatkan informasi bahwa kasus Bareskrim sudah memenuhi unsur dan masuk ke ranah penyidikan. Komisi III akan mengawal kasus tersebut hingga tuntas.
“Insya Allah Jumat besok (Edy) dipanggil Bareskrim, kami Komisi III akan mengawal permintaan saudara-saudara kami dari Kalimantan,” ujarnya.
Ia meminta aparat penegak hukum memproses Edy secara hukum. Sebab pernyataan Edy yang menyebut Kalimantan sebagai tempat jin buat anak dinilai menyakiti perasaan masyarakat Kalimantan.
“Perwakilan DPR RI dapil Kalimantan akan minta Bareskrim untuk datang nanti sejauh mana kasus ini diproses,” tuturnya.
Aliansi Borneo Bersatu sebelumnya juga mendesak agar dilakukan sidang adat Dayak terhadap Edy. Anggota DPR Agustiar Sabran menilai hal tersebut perlu ditegakkan.
“Kenapa hukum adat ditegakkan, karena Kalimantan terkenal dengan budaya adatnya, terkenal sekali dengan budaya adatnya. Kalau hukum positif akan kami kawal, nanti akan ke Bareskrim. Untuk hukum adat nanti kami kawal karena hukum adat dan positif itu beda. Perlu diingat sebelum hukum positif itu ada hukum adat dulu agar buat jera yang lainnya,” jelasnya. (tim)