Jakarta, EDITOR.ID,- Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengingatkan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Kementerian Luar Negeri, untuk memiliki semangat yang kuat dalam mengutamakan perlindungan terhadap kepentingan rakyat Indonesia.
Pernyataan LaNyalla Mattalitti ini menyikapi keputusan Konferensi Tingkat Menteri (KTM13) ke-13 World Trade Organization (WTO) di Abu Dhabi, UAE. LaNyalla menilai keputusan WTO itu akan membuat nasib nelayan kecil Indonesia merugi.
Untuk itu, dirinya meminta pemerintah membela nelayan kecil dari imbas kesepakatan WTO.
“Saya ingatkan, amanat Pembukaan UUD tegas menyatakan kewajiban negara untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum. Kalau kesepakatan WTO tingkat Menteri tersebut membuat nelayan Indonesia, terutama yang kecil menderita, berarti pemerintah menabrak amanat Konstitusi kita,” tukas LaNyalla dalam keterangan tertulisnya Senin (4/3/2024) di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta.
Dikatakan LaNyalla, kita jangan terhibur dengan status dari negara-negara G20 yang menyatakan Indonesia masuk dalam kategori upper middle income country. Yang kemudian diikuti dengan syarat untuk tidak boleh menerapkan subsidi untuk perlindungan nelayannya. Termasuk nelayan kecil.
“Yang pasti saya ingatkan. Jangan ratifikasi kesepakatan tersebut. Pemerintah harus mengajak bicara stakeholder nelayan di Indonesia. Baik melalui organisasi atau serikat nelayan, maupun data atas fakta lapangan kehidupan ekonomi nelayan yang riil. Baru kemudian susun skemanya,” pintanya.
Seperti diketahui, terdapat tiga pilar yang menjadi sentral pembahasan dalam KTM ke-13 WTO tersebut. Pilar pertama adalah tentang IUU Fishing (Illegal Unreported Unregulated Fishing). Pilar kedua tentang Overfishstock, dan pilar ketiga tentang Over Capacity dan Over Fishing (OCOF).
Adapun terdapat 8 jenis subsidi perikanan yang dilarang oleh WTO, yaitu: (1) Subsidi untuk konstruksi, akuisisi, modernisasi, renovasi atau peningkatan kapal; (2) subsidi untuk pembelian mesin dan peralatan untuk kapal (termasuk alat tangkap dan mesin, mesin pengolahan ikan, teknologi pencarian ikan, refrigerator, atau mesin untuk menyortir atau membersihkan ikan).
(3) Subsidi untuk pembelian atau biaya bahan bakar, es, atau umpan; (4) Subsidi untuk biaya personel, biaya sosial, atau asuransi; (5) Dukungan pendapatan (income) kapal atau operator atau pekerja yang mereka pekerjakan [kecuali untuk subsidi yang diterapkan untuk tujuan subsisten selama penutupan musiman];