Peneliti LIPI Indria Samego, Wakil Sekretaris Jenderal PPP Achmad Baidowi dan Konsultan Media Syafrudin Budiman dalam diskusi bertajuk Urgensi Rekonsiliasi Pasca Pilpres di KMI, Jalan Salemba Tengah, Jakarta, Selasa (2/7/2019) (Sumber Foto Ist)
EDITOR.ID, Jakarta,- Ketua Umum Presidum Pusat Barisan Pembaharuan (PP BP)Syafrudin Budiman mengatakan pasangan calon Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno memiliki pendukung dari kalangan berideologi intoleran dan cenderung radikal dalam keagamaan.
“Mereka ini sangat tidak suka pada pemerintahan Jokowi dan selalu mendorong-dorong Prabowo bergerak diluar koridor,” ujar Syafrudin Budiman dalam sebuah diskusi bertemakan Urgensi Rekonsiliasi Pasca Pilpres di KMI, Jalan Salemba Tengah, Jakarta, Selasa (2/7/2019) yang diselenggarakan Komite Aksi Mahasiswa dan Pemuda untuk Demokrasi (KAMPUD) dan Kaukus Muda Indonesia (KMI).
“Kelompok radikal dan intoleran ini tidak ingin Prabowo-Sandi diam begitu saja menerima kekalahan. Mereka selalu menekan pasangan Prabowo-Sandi untuk terus melawan dan menumbangkan Jokowi kalau perlu. Tapi Prabowo masih seorang demokrat, tak mungkin melakukan hal-hal diluar konstitusi negara,†tambahnya.
Padahal, lanjut pria yang akrab disapa Gus Din ini, mayoritas pendukung Prabowo-Sandi sebenarnya sudah menerima keputusan Mahkamah Konstitusi dan menghormati Joko Widodo-KH Maruf Amin sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
Oleh karena itu, Konsultan Media dan Politik ini meyakini Prabowo dan Sandiaga Uno pasti akan menyampaikan secara resmi ucapan selamat kepada presiden terpilih.
Hanya saja, menurut Gus Din, perlu proses bertahap. “Sebab kalau langsung diucapkan takut menyakiti pendukungnya yang fanatis dan militan,” katanya.
“Perlu proseslah, kan tidak mudah mengucapkan begitu saja. Kita tunggu saja ucapan selamat dari Prabowo-Sandi kepada Jokowi-Amin,†kata Gus Din
Gus Din juga menilai proses rekonsiliasi sudah menjadi tradisi politik dan menjadi dasar kita bernegara.
Terbukti sejak 22 Juni 1945 di sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia), sesudah melakukan perundingan yang dipimpin Soekarno sebagai Ketua Tim Sembilan.
“Dahulu hal ini cukup sulit dan rumit antara 4 orang dari kaum kebangsaan (pihak nasionalis) dan 4 orang dari kaum keagamaan (pihak Islam), dan akhirnya mereka kembali bertemu dan menghasilkan rumusan dasar negara Republik Indonesia, dimana dalam sila pertama disebutkan Ketuhanan Yang Maha Esa, padahal sebelumnya sudah disepakati melalui perundingan bertuliskan Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya,†jelasnya.