“Sesuai dengan Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 527 Tahun 2004, yang diperbolehkan impor gula kristal putih adalah BUMN. Tetapi berdasarkan persetujuan impor yang dikeluarkan tersangka TTL, impor gula kristal dilakukan oleh PT AP sebanyak 105 ton,” ujar Qohar.
Kronologi Kasus Importansi Gula
Pada Desember 2015, Qohar melanjutkan, dilakukan rapat koordinasi (rakor) di bidang perekonomian. Dalam rakor tersebut, salah-satunya membahas tentang stabilitas harga gula dan pemenuhan stok nasional. Dari rakor tersebut, ditentukan kebutuhan gula kristal putih untuk nasional periode 2016, sebanyak 200 ribu ton.
Sedangkan sepanjang November sampai Desember 2015, CS yang juga dijerat tersangka dalam kasus ini, atas perannya sebagai Direktur Pengembangan PT PPI melakukan aksi korporasi internal. Yaitu dengan memerintahkan P, selaku staf senior manajer bahan pokok PT PPI.
Perintah tersebut, dengan melakukan pertemuan dengan delapan perusahaan swasta yang bergerak di bidang komoditas manis tersebut. Dalam pertemuan tersebut, perusahaan-perusahaan itu melakukan impor gula berdasarkan rekomendasi, dan izin dari orang yang dikenal dekat dengan Anies Baswedan ini.
Dikatakan impor yang dilakukan tersebut, untuk menjaga stabilitas harga, dan memenuhi kebutuhan stok gula nasional. “Padahal dalam rangka pemenuhan stok dan stabilitas harga gula, seharusnya dilakukan oleh BUMN,” kata Qohar.
Gula Impor Dikelola 8 Perusahaan Tak Berijin
Selanjutnya, setelah impor gula dilakukan oleh delapan perusahaan tersebut, mengelola komoditas itu menjadi gula kristal putih. Akan tetapi, diketahui juga, bahwa perusahaan-perusahaan tersebut, perizinan usahanya hanya untuk pengelolaan gula rafinasi untuk kebutuhan industri makanan, dan minuman, serta farmasi.
Menurut Qohar, selanjutnya delapan perusahaan itu mengolah gula kristal mentah menjadi gula kristal putih. Delapan perusahaan gula swasta yang terlibat dalam pembuatan kristal mentah itu di antaranya PT PDSU, PT AF, PT AP, PT MT, PT BMM, PT SUJ, PT DSI, dan PT MSI. Kemudian PT PPI melakukan aksi pembelian. Padahal diketahui, bahwa pembelian tersebut tak pernah dilakukan.
“Setelah kedelapan perusahaan itu mengelola gula kristal mentah ke gula kristal putih. Kemudian PT PPI seolah-olah membeli gula tersebut, padahal senyatanya, gula tersebut dijual oleh perusahaan-perusahaan swasta tersebut ke pasaran atau masyarakat melalui distributor yang terafiliasi dengan perusahaan-perusahaan itu,” kata Qohar.
Kedelapan pihak swasta itu melepas harga gula ke pasaran seharga Rp 26 ribu per Kilogram (Kg), yang itu juga melebihi harga eceran tertinggi (HET) yang ditentukan oleh pemerintah sebesar Rp 13 ribu per Kg.